Sertifikat Tanah Libregt Frans Wattimena Dinilai Cacat Hukum | Berita Maluku Online | Berita Terkini Dari Maluku Berita Maluku Online
Loading...

Sertifikat Tanah Libregt Frans Wattimena Dinilai Cacat Hukum

Pakai Preman Teror Ahli Waris Marthinus Hukom 

Ilustrasi
Ambon - Berita Maluku. Kuasa Hukum, Ludwig Nelson alias Sony Hukom, Rudijanto Simanjuntak dan Mourits Latumeten dari Kantor Advokat dan Konsultan Hukum Retretus Domi Maitimu dan rekan menilai Sertifikat Hak Milik atas nama Libregt Frans Wattimena cacat hukum dan cacat administrasi sehingga harus batal demi hukum.

’’Kami berani menyebutkan demikian, karena SHM milik Libregt Frans Wattimena (LFW) diperoleh melalui cara-cara yang bertentangan dengan hukum dan melangkahi prosedur dan mekanisme administrasi sebagaimana diatur dalam Perkaban (Peraturan Kepala Badan Agraria Nasional) Nomor 3 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Pengkajian dan Penanganan Kasus Pertanahan,’’ papar Simanjuntak kepada pers di Ambon, Sabtu (31/1/2015).

Simanjuntak menjelaskan awalnya tanah seluas 323 meter persegi (m2) adalah tanah perusahan/usaha mendiang Matheos Hukom.

Tanah itu bergambar situasi nomor 41/D/77 yang menerangkan sebidang tanah di Lingkungan D Ridjali, Sirimau, Kota Ambon. Tanah itu diwariskan kepada Ludwig Nelson alias Sony Hukom (LNSH). Namun, dengan cara-cara licik, Jance Pattinama (JP), suami dari Augustina Hukom, anak luar nikah dan saudari dari LNSH, menggunakan Gambar Situasi (GS) tahun 1977 untuk memperoleh keuntungan pribadi tanpa sepengetahuan ahli waris sah, LNSH.

’’Secara diam-diam dan melawan hukum, JP mengadakan transaksi jual beli dengan LFW tanpa sepengetahuan klien kami (LNSH). Kedua orang ini bekerja sama dengan Rukun Tetangga (RT) dan Lurah Karang Panjang (bermarga Gaspersz) untuk membuat akta jual beli di depan Notaris Izaak Sopaheluwakan (almarhum),’’ urai pengacara muda lagi naik daun ini.

Simanjuntak menguraikan setelah transaksi jual beli itu, Lurah Gaspersz kemudian menulis nomor 6577 pada GS milik Matheos Hukom.

’’Lurah juga membuat keterangan dengan mengganti Jalan Honipopu menjadi Jalan Ridjali. Dari situ terbitlah akta jual beli yang tidak sah dan cacat hukum,’’ lanjutnya.

Selanjutnya, sambung Simanjuntak, JP dan LFW menuju Kelurahan Karang Panjang untuk membuat keterangan pada kurun 1987.

’’Atas dasar keterangan itu, JP dan LFW ke Kantor Pertanahan Kota Ambon sehingga terbitlah Sertifikat Nomor 767.768 tanpa didahului pengukuran (tak disertai Surat Ukur). Dalam sertifikat itu juga tak ada pembelahan batas. Luas tanah berdasarkan akta jual beli adalah 176 m2, tetapi setelah muncul sertifikat luasnya hanya 167 m2. Namun, sesuai keterangan Lurah Karang Panjang luas tanah yang diberikan ke LFW hanya 80 m2. Belakangan ketika muncul sertifikat dibubuhi luas 120 m2,’’ protesnya.

Simanjuntak menjabarkan dengan berpegangan kepada surat-surat yang ada, muncul lagi Surat Pernyataan yang dikeluarkan Augustina Pattinama/Hukom yang ditandatangani Raja Rumatiga (Frans Tita) dengan alasan untuk memperkuat surat-surat yang diterbitkan pada 1989 antara lain sertifikat atas nama LFW merupakan tanah yang diberikan orangtua atau pemilik tanah sebenarnya, Matheos Hukom.

’’Harusnya kan Surat Pernyataan keluar lebih dulu baru sertifikat, tapi ini sebaliknya. Kebohongan Augustina Pattinama/Hukom dan JP akhirnya terungkap dalam persidangan di PTUN Ambon pada Mei hingga Juli 2014, karena termohon (tergugat) tak mampu membuktikan surat pernyataan Augustina Pattinama/Hukom yang ditandatangani Raja Rumahtiga tersebut. Kok tanahnya di tempat lain, tapi keterangan dibuat di tempat lain. Ini kan cacat administrasi kalau ditinjau dari Perkaban No.3/2011,’’ tegasnya.

KECAM AKSI TEROR KONTRAKTOR

Atas nama kuasa hukum LNSH, Simanjuntak menyesalkan aksi premanisme yang diduga dilakukan kontraktor keluarga LFW, JP yang meneror keluarga ahli waris Matheos Hukom untuk membongkar rumah tua Matheos Hukom dan menyerobot tanah yang telah diperusah/diusahakan Matheos Hukum sejak 1935 hingga saat ini.

’’Jangan mentang-mentang anak LFW ada yang duduk di DPRD Maluku dan DPR RI lalu berbuat seenak perut saja. Ingat, ini Negara Hukum, semua orang, siapapun dia, harus tunduk pada hukum dan tidak ada orang yang kebal hukum di Negara ini. Dalam waktu dekat, kami akan memperkarakan hal ini ke ranah hukum,’’ tegasnya.

Sekadar diketahui, JP yang dipercayakan salah satu anggota DPRD Maluku untuk menyelesaikan bangunan tiga lantai di Jalan Ridjali pernah menurunkan lebih kurang 100 orang bersenjata parang, linggis dan alat tajam lain saat pembongkaran rumah tua milik keluarga Matheos Hukom di Belakang Soya.

Selain membongkar rumah tua dengan paksa, massa yang kebanyakan sudah menegak minuman keras (miras) itu membongkar tembok pembatas dan memasang patok di atas tanah milik LNSH. Aksi terror itu masih dilakukan anak buah JP hingga saat ini untuk memancing dan memprovokasi keluarga LNSH.

’’Ada satu kejanggalan di mana dalam kasus ini, klien kami dilaporkan ke Polres Pulau Ambon dengan alasan telah mengrusaki pagar batas milik keluarga LFW, padahal sesuai sertifikat hak milik atas nama Matheos Hukom disebutkan batas tanahnya antara lain tembok A, B, C dan D. Yang kami tanyakan, siapa yang lebih dulu di tempat itu’’.

HARAP PENYIDIK PROFESIONAL

Simanjuntak berharap penyidik Kepolisian Resort Pulau Ambon dan Pulau-Pulau Lease bersikap profesional dan tidak memihak kepada kekuasaan dan orang-orang yang punya kekuatan uang dan jabatan.

’’Sesuai prinsip equality before the law, semua orang punya kedudukan yang sama di depan hukum. Karena itu, jangan karena seseorang itu punya uang dan jabatan lalu dibela penyidik kepolisian. Ini tak fair. Kalau penyidik profesional, mereka harus turun lokasi dan meminta pendapat dari pihak Kantor Pertanahan Kota Ambon untuk memediasi kasus ini. Kami akan tetap mengawal kasus ini sampai kapanpun,’’ pungkasnya. (bm12/bm01/bm09/bm07)
Indeks 8849999051348658946
Beranda item

# Kota Ambon

Indeks

# ANEKA

Indeks