KDRT dan Setubuh Anak Dominasi Kasus Kekerasan PA Polres P Ambon Pp Lease
http://www.beritamalukuonline.com/2015/05/kdrt-dan-setubuh-anak-dominasi-kasus.html

Hal ini diungkapkan Kanit Perlidungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres P Ambon Pp Lease, Aipda Izaak Kaitjili saat diskusi yang mengetengahkan tema “Penangganan Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak Berbasis Masyarakat Kepulauan" oleh LSM Gasira, berlangsung di Amaris hotel, Jumat (29/5/2015).
Diungkapkan olehnya, jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak yang terjadi pada periode Januari hingga Mei 2015 adalah 109 kasus dengan perincian, percabulan 15, kekerasan fisik 19, setubuh anak 22, dan KDRT 27 kasus.
Selain kasus tersebutm, Kaitjili juga mengungkapkan, pihaknya saat ini sedang mendalami kasus trafficking yakni kasus eksploitasi/prostitusi anak yang dikoordinir secara rapi oleh seorang banci tetapi akhirnya terendus dan berhasil diciduk di hotel Marina (Soaema).
Semantara itu, untuk mengantisipasi eksplotasi anak di tempat-tempat Hibungan Malam (THM), ia mengungkapkan, pihaknya sangat intens untuk memberangus persoalalan tersebut, salah satu upaya yang dijalankan adalah menginstruksikan para pemilik THM untuk mendata usia pramuria.
”Kami sudah surati para pemilik THM untuk mendata usia dari para pramurianya dan ternyata tidak ada yang di bawah umur,“ ungkap Kaitjili yakin.
Sementara disingung mengenai kendala yang dihadapi dalam penuntasan kasus kekerasan perempuan dan anak, Kaitjli membeberkan, persoalan utama yang dihadapi oleh pihaknya adalah keterbatasan anggaran untuk penuntasan kasus-kasus tersebut.
Selain itu untuk mendalami sejumlah kasus kekerasan maka harus melalui visum.
“Untuk visum ini hanya RS Bayangkara (Tantui) saja yang tidak dikenai bayaran alias gratis. Semua rumah sakit lainnya baik itu umum maupun swasta dikenai biaya Rp81.000 sekali visum,” jelasnya.
Diungkapkan olehnya, persoalan Locus Delictus dari kasus kekerasn PA ini juga menjadi hambatan tersendiri dari penuntasan kasus tersebut, jika kasusnya terjadi di pulau Ambon masih bisa ditangani secara cepat tetapi kalau di pulau–pulau Lease atau Saparua penuntasannya butuh waktu yang lama.
Kaitjili mengungkapkan, pihaknya juga terekendala jika pelaku cabul tersebut melarikan diri alias DPO. Misalnya ada satu kasus yang pelaku cabulnya kabur ke Kalimantan sehingga harus di kejar ke pulau Borneo tersebut, ataupun sebaliknya pelakunya sudah ditahan tetapi pihak korban yang dibawah umur yang susah untuk dihubungi.
Kaitjili juga mengungkapkan, masalah fasilitas ruang pemeriksaan bagi pelaku PA anak-anak juga jadi kendala, pasalnya pihaknya pernah diprotes oleh salah satu pengacara Decky Sinmiasa terkait ruangan pemeriksaan bagi pelaku cabul di bawah umur, karena hal itu disyaratkan oleh Undang-Undang No 11 tahun 2014. (**)