Siamiloy: Hakikat UU 5/2014 adalah Profesionalitas PNS
http://www.beritamalukuonline.com/2014/02/siamiloy-hakikat-uu-52014-adalah.html
Ambon - Berita Maluku.Apapun nama dan bentuk dari peraturannya, hakikat dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparat Sipil Negara adalah loyalitas dan profesionalitas pegawai. Sebab, amburadulnya Negara ini lebih disebabkan ketidaktegasan para pengambil kebijakan, entah dari pusat sampai ke daerah, menindak tegas para pejabat atau Pegawai Negeri Sipil (ASN) yang melanggar kode etik, peraturan disiplin maupun melangkahi sumpah jabatan.
’’Mau pakai nama apakah, UU tahun berapakah, intinya hanya pada profesionalitas dari pejabat maupun ASN itu sendiri,’’ terang Herman Siamiloy, mantan Kepala Tata Usaha (KTU) Koordinator Perguruan Tinggi Swasta (Kopertis) XII (Maluku, Maluku, Papua, Papua Barat) kepada Berita Maluku, Sabtu (15/2/2014).
Dijelaskan Herman, selengkap apapun sebuah peraturan organik yang dibuat pemerintah bersama pihak legislatif, jika tak ditindaklanjuti ketegasan atasan terhadap para pelanggar disiplin ASN, peraturan itu bakal mubazir atau nirmakna dalam penerapannya di masyarakat.
’’Bagi saya, selama ini peraturan (kepegawaian) yang dibuat pemerintah sudah benar, mengakomodasi banyak kebutuhan maupun memuat sanksi-sanksi dan larangan-larangan bagi seorang PNS atau ASN. Tapi, yang membuat sistemnya amburadul karena pemerintah selaku pengambil kebijakan serinkali tidak tegas, tebang pilih, dan justru dalam keputusannya pemerintah selalu melangkahi peraturan yang dibuatnya sendiri bersama anggota DPR,’’ paparnya prihatin.
Herman mencontohkan, untuk menduduki jabatan tertentu di birokrasi maupun lembaga pemerintahan non kementerian, praktis sosok yang dipromosikan harus lebih dulu mengikuti dan dinyatakan lulus Pendidikan dan Latihan (Diklat) Kepemimpinan (Pim).
’’Pengalaman selama ini, orang yang sudah ikut Diklat Pim, justru tak dikasih jabatan, bahkan dikasih posisi yang bukan kompetensinya sesuai Diklat yang diikuti. Dan lucunya, ada orang (pejabat) yang belum ikut (Diklat), tapi dikasih jabatan kemudian yang bersangkutan disuruh ikut Diklat. Amburadulnya pengangkatan pejabat terletak di sini karena keputusan pimpinan seringkali tak sesuai amanat UU. Pemerintah seperti menjilat ludahnya sendiri,’’ urainya.
Apapun bentuk dari UU kepegawaian yang baru, jelas Herman, semua terpulang komitmen dan konsistensi pemerintah dalam menegakkan aturan dimaksud.
’’Saya ibaratkan di rumah kopi, di mana tidak semua orang itu bisa meracik kopi dengan baik, dan rasanya enak. Ini butuh keahlian khusus yang kita namakan profesionalitas (aparatur). Profesionalitas ini harus didukung sikap manajer rumah kopi untuk mempekerjakan karyawan yang benar-benar bisa meracik kopi dengan enak, sehingga menarik banyak pengunjung. Kalau saya korelasikan itu dengan aturan kepegawaian, maka untuk mewujudkan profesionalitas itu terletak pada pimpinan. Kalau pemimpin tak bijaksana, bikin keputusan ikut selera, ya percuma, karena semua akan amburadul, dan bisa bikin rusak bangsa ini,’’ jabarnya mengingatkan. (bm 01/ev-mg bm 015)
’’Mau pakai nama apakah, UU tahun berapakah, intinya hanya pada profesionalitas dari pejabat maupun ASN itu sendiri,’’ terang Herman Siamiloy, mantan Kepala Tata Usaha (KTU) Koordinator Perguruan Tinggi Swasta (Kopertis) XII (Maluku, Maluku, Papua, Papua Barat) kepada Berita Maluku, Sabtu (15/2/2014).
Dijelaskan Herman, selengkap apapun sebuah peraturan organik yang dibuat pemerintah bersama pihak legislatif, jika tak ditindaklanjuti ketegasan atasan terhadap para pelanggar disiplin ASN, peraturan itu bakal mubazir atau nirmakna dalam penerapannya di masyarakat.
’’Bagi saya, selama ini peraturan (kepegawaian) yang dibuat pemerintah sudah benar, mengakomodasi banyak kebutuhan maupun memuat sanksi-sanksi dan larangan-larangan bagi seorang PNS atau ASN. Tapi, yang membuat sistemnya amburadul karena pemerintah selaku pengambil kebijakan serinkali tidak tegas, tebang pilih, dan justru dalam keputusannya pemerintah selalu melangkahi peraturan yang dibuatnya sendiri bersama anggota DPR,’’ paparnya prihatin.
Herman mencontohkan, untuk menduduki jabatan tertentu di birokrasi maupun lembaga pemerintahan non kementerian, praktis sosok yang dipromosikan harus lebih dulu mengikuti dan dinyatakan lulus Pendidikan dan Latihan (Diklat) Kepemimpinan (Pim).
’’Pengalaman selama ini, orang yang sudah ikut Diklat Pim, justru tak dikasih jabatan, bahkan dikasih posisi yang bukan kompetensinya sesuai Diklat yang diikuti. Dan lucunya, ada orang (pejabat) yang belum ikut (Diklat), tapi dikasih jabatan kemudian yang bersangkutan disuruh ikut Diklat. Amburadulnya pengangkatan pejabat terletak di sini karena keputusan pimpinan seringkali tak sesuai amanat UU. Pemerintah seperti menjilat ludahnya sendiri,’’ urainya.
Apapun bentuk dari UU kepegawaian yang baru, jelas Herman, semua terpulang komitmen dan konsistensi pemerintah dalam menegakkan aturan dimaksud.
’’Saya ibaratkan di rumah kopi, di mana tidak semua orang itu bisa meracik kopi dengan baik, dan rasanya enak. Ini butuh keahlian khusus yang kita namakan profesionalitas (aparatur). Profesionalitas ini harus didukung sikap manajer rumah kopi untuk mempekerjakan karyawan yang benar-benar bisa meracik kopi dengan enak, sehingga menarik banyak pengunjung. Kalau saya korelasikan itu dengan aturan kepegawaian, maka untuk mewujudkan profesionalitas itu terletak pada pimpinan. Kalau pemimpin tak bijaksana, bikin keputusan ikut selera, ya percuma, karena semua akan amburadul, dan bisa bikin rusak bangsa ini,’’ jabarnya mengingatkan. (bm 01/ev-mg bm 015)