Kadispora Maluku Berlindung di Balik Aturan Hantu, Atlet Atletik Klub Diabaikan
AMBON - BERITA MALUKU. Jelang pelaksanaan Pekan Olahraga Pelajar Nasional (POPNAS) XV pada 1–10 November 2025, dunia olahraga Maluku khususnya cabang atletik diguncang gejolak. Sejumlah klub menilai proses penentuan atlet tidak transparan karena tidak ada seleksi terbuka, sementara nama-nama yang direkomendasikan justru diragukan kualitas dan prestasinya.
Kondisi ini memicu tanda tanya besar karena bertolak belakang dengan visi Sapta Cita Lawamena Gubernur dan Wakil Gubernur Maluku, yang pada poin ketiga menegaskan pentingnya memperkuat pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM), termasuk melalui peningkatan prestasi olahraga.
Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Maluku, Sandy Wattimena ketika dikonfirmasi diruang kerjanya, kamis (2/9/2025), berdalih bahwa aturan POPNAS mengharuskan atlet binaan PPLP yang saat ini berganti nama menjadi Sentra Pembinaan Olahragawan Berbakat Daerah (SPOBDA) untuk ikut serta.
“POPNAS sesuai ketentuan PPLP harus ikut, karena ini ajang evaluasi dan degradasi. Jadi hasil bagaimana katong bisa kasi keluar setelah ikut POPNAS,” ujarnya.
Wattimena menjelaskan, Maluku mendapat kuota 10 atlet: 4 dari SPOBNAS, 4 dari SPOBDA, dan 2 dari hasil Kejurnas Semarang (29 Agustus-5 September 2025). Menurutnya, seleksi daerah terbuka sulit dilakukan karena keterbatasan anggaran.
“Kalau mau panggil semua kabupaten/kota, uang dari mana. Jadi kita pakai hasil kejurnas,” tambahnya.
Namun, pernyataan itu dinilai tidak sesuai dengan realita. Regulasi POPNAS sebenarnya menekankan syarat utama peserta hanyalah status pelajar, usia kelahiran 2007, WNI, sehat dokter, dan domisili pendidikan. Artinya, seleksi seharusnya tetap terbuka agar bisa menjaring atlet potensial, bukan sekadar mengandalkan nama yang “sudah ada” dalam SPOBNAS maupun SPOBDA.
Lebih jauh, fakta di lapangan menunjukkan sejumlah atlet yang diproyeksikan ke POPNAS justru tidak menunjukkan prestasi berarti di kejurnas. Klub-klub pun meragukan apakah mereka benar-benar mampu bersaing membawa pulang medali.
“Anak-anak yang dibawa sebagian besar baru, jadi hasilnya setelah POPNAS baru bisa dievaluasi,” kata Wattimena. Pernyataan ini justru makin memperkuat kritik bahwa Maluku mengirim atlet tanpa kesiapan matang, sehingga sekadar “ikut meramaikan” tanpa target prestasi.
Padahal, Sapta Cita Lawamena menekankan olahraga sebagai bagian penting dalam membangun kualitas SDM Maluku. Gejolak seleksi atletik ini pun dinilai bisa meruntuhkan semangat itu jika tidak segera ditangani serius oleh pemerintah daerah.
“Kalau seleksi terbuka tidak dilakukan, bagaimana publik bisa percaya bahwa atlet yang dibawa benar-benar hasil pembinaan terbaik? Ini soal kredibilitas pembinaan olahraga Maluku, bukan sekadar daftar nama,” sindir salah satu penggiat olahraga yang tak mau namanya dipublikasikan.
Kini, dengan waktu yang semakin sempit menjelang entry by name pada 30 Oktober 2025, pertanyaan besar pun menggantung: apakah Maluku benar-benar siap tampil di POPNAS, atau hanya mengirim nama tanpa arah pembinaan yang jelas?