Tangani Kasus Korupsi, Maluku Butuh Lembaga Hukum yang Bersih
http://www.beritamalukuonline.com/2015/02/tangani-kasus-korupsi-maluku-butuh.html
KEKISRUHAN antara KPK vs Polri diharapkan segera diakhiri. Jika berlanjut akan berdampak terhadap penuntasan kasus-kasus hukum di Indonesia bahkan di daerah.
Jika krisis kedua lembaga hukum ini terus-menerus tanpa unjung, apa jadinya negara ini bahkan daerah-daerah yang masih butuh penanganan kasus-kasus korupsi yang kian marak dan meresahkan masyarakat.
Selama ini, kasus hukum seperti kasus-kasus korupsi di daerah Maluku hanya sebagian saja yang masuk ke ranah hukum, sementara kasus-kasus besar tak serius ditangani, itu juga karena jarang melibatkan KPK.
Masyarakat sudah tidak mempercayai lagi lembaga hukum yang ada di daerah ini karena disinyalir tebang pilih dan tidak menyelesaikan kasus-kasus korupsi ke akar-akarnya, akibatnya tak ada efek jera menyebabkan para koruptor bebas dan terus berpesta.
Kurang seriusnya penanganan kasus-kasus korupsi di daerah ini menyebabkan merosotnya pembangunan. Pembangunan di Maluku yang kita rasakan saat ini tak menunjukan perubahan berarti, lamban, bahkan Maluku terpuruk pada rating kemiskinan yang tinggi.
Karena itu, kekisruhan KPK vs Polri sebagai lembaga/instansi yang punya wewenang penuh untuk menangani kasus-kasus korupsi segera diakhiri.
Mengakhiri kekisruhan di dua lembaga/instansi ini juga harus diikuti dengan upaya kepala negara (Presiden) untuk menempatkan pemimpin-pemimpin bersih dan jujur, sehingga tidak lagi timbul kasus Cecak vs Buaya versi berikutnya.
Negara dan daerah ini butuh orang bersih dan berani menangani kasus korupsi yang semakin menyengsarakan rakyat.
Jika nanti pemimpin KPK diganti atau Kapolri yang baru, diharapkan kedua pemimpin itu dapat bersinergi untuk memberantas kasus korupsi di negara yang nantinya juga melibatkan aparaturnya di daerah ini.
Pemerintah yang baru mesti membuat perubahan dan aturan-aturan yang tegas, mana lembaga/instansi yang punya wewenang untuk menangani kasus korupsi.
Kalau KPK yang menangani korupsi, lembaga/instansi lain seperti Polisi, Kejaksaan, Kehakiman dan lain-lain ditempatkan pada posisi yang mana.
Memang lembaga/instansi di atas saling berkaitan dalam penegakkan hukum untuk pemberantasan kasus-kasus korupsi di negara ini, tetapi lembaga/instansi yang menangani masalah ini mesti punya rel khusus agar tidak saling bertabrakan pada rel yang sama seperti yang terjadi pada kasus Cecak vs Buaya ini.
Banyaknya lembaga/instansi yang diberikan kewenangan oleh negara untuk menangani kasus korupsi, akan berdampak buruk dan sulit untuk memberantas penyakit yang satu ini.
Seperti halnya lalulintas udara yang ramai aktivitasnya setiap hari, dimana sang pilot sudah mengetahui dimana lintasan yang harus dilewatinya sehingga tidak terjadi tabrakan atau konflik kepentingan apalagi soal oknum yang mengatasnamakan lembaga/instansi, sangatlah berbahaya.
Bayangkan, jika dua pesawat berada pada lintasan yang sama saling bertabrakan, maka pesawat akan hancur berkeping-keping dan penumpang bahkan pilot maupun para awaknya akan menjadi mayat-mayat yang bergentayangan.
Maluku butuh pemimpin maupun orang-orang lembaga/instansi yang bersih, terutama lembaga/instansi hukum yang punya wewenang untuk memberantas kasus-kasus yang diduga menghambat pembangunan di daerah ini.
Kita berharap, kasus Cecak vs Buaya dapat menjadi pelajaran agar nantinya Kepala Negara segera menempatkan pemimpin KPK yang bersih, Kapolda yang bersih, Kejati yang bersih bahkan Gubernur dan Wali Kota yang bersih, diamana mereka nanti dapat bertugas pada relnya masing-masing, sehingga semua kita di daerah yang berada dalam bingkai negara ini benar-benar merasa aman, nyaman dan sejahtera. (*)
Penulis:
Wage. L
Jika krisis kedua lembaga hukum ini terus-menerus tanpa unjung, apa jadinya negara ini bahkan daerah-daerah yang masih butuh penanganan kasus-kasus korupsi yang kian marak dan meresahkan masyarakat.
Selama ini, kasus hukum seperti kasus-kasus korupsi di daerah Maluku hanya sebagian saja yang masuk ke ranah hukum, sementara kasus-kasus besar tak serius ditangani, itu juga karena jarang melibatkan KPK.
Masyarakat sudah tidak mempercayai lagi lembaga hukum yang ada di daerah ini karena disinyalir tebang pilih dan tidak menyelesaikan kasus-kasus korupsi ke akar-akarnya, akibatnya tak ada efek jera menyebabkan para koruptor bebas dan terus berpesta.
Kurang seriusnya penanganan kasus-kasus korupsi di daerah ini menyebabkan merosotnya pembangunan. Pembangunan di Maluku yang kita rasakan saat ini tak menunjukan perubahan berarti, lamban, bahkan Maluku terpuruk pada rating kemiskinan yang tinggi.
Karena itu, kekisruhan KPK vs Polri sebagai lembaga/instansi yang punya wewenang penuh untuk menangani kasus-kasus korupsi segera diakhiri.
Mengakhiri kekisruhan di dua lembaga/instansi ini juga harus diikuti dengan upaya kepala negara (Presiden) untuk menempatkan pemimpin-pemimpin bersih dan jujur, sehingga tidak lagi timbul kasus Cecak vs Buaya versi berikutnya.
Negara dan daerah ini butuh orang bersih dan berani menangani kasus korupsi yang semakin menyengsarakan rakyat.
Jika nanti pemimpin KPK diganti atau Kapolri yang baru, diharapkan kedua pemimpin itu dapat bersinergi untuk memberantas kasus korupsi di negara yang nantinya juga melibatkan aparaturnya di daerah ini.
Pemerintah yang baru mesti membuat perubahan dan aturan-aturan yang tegas, mana lembaga/instansi yang punya wewenang untuk menangani kasus korupsi.
Kalau KPK yang menangani korupsi, lembaga/instansi lain seperti Polisi, Kejaksaan, Kehakiman dan lain-lain ditempatkan pada posisi yang mana.
Memang lembaga/instansi di atas saling berkaitan dalam penegakkan hukum untuk pemberantasan kasus-kasus korupsi di negara ini, tetapi lembaga/instansi yang menangani masalah ini mesti punya rel khusus agar tidak saling bertabrakan pada rel yang sama seperti yang terjadi pada kasus Cecak vs Buaya ini.
Banyaknya lembaga/instansi yang diberikan kewenangan oleh negara untuk menangani kasus korupsi, akan berdampak buruk dan sulit untuk memberantas penyakit yang satu ini.
Seperti halnya lalulintas udara yang ramai aktivitasnya setiap hari, dimana sang pilot sudah mengetahui dimana lintasan yang harus dilewatinya sehingga tidak terjadi tabrakan atau konflik kepentingan apalagi soal oknum yang mengatasnamakan lembaga/instansi, sangatlah berbahaya.
Bayangkan, jika dua pesawat berada pada lintasan yang sama saling bertabrakan, maka pesawat akan hancur berkeping-keping dan penumpang bahkan pilot maupun para awaknya akan menjadi mayat-mayat yang bergentayangan.
Maluku butuh pemimpin maupun orang-orang lembaga/instansi yang bersih, terutama lembaga/instansi hukum yang punya wewenang untuk memberantas kasus-kasus yang diduga menghambat pembangunan di daerah ini.
Kita berharap, kasus Cecak vs Buaya dapat menjadi pelajaran agar nantinya Kepala Negara segera menempatkan pemimpin KPK yang bersih, Kapolda yang bersih, Kejati yang bersih bahkan Gubernur dan Wali Kota yang bersih, diamana mereka nanti dapat bertugas pada relnya masing-masing, sehingga semua kita di daerah yang berada dalam bingkai negara ini benar-benar merasa aman, nyaman dan sejahtera. (*)
Penulis:
Wage. L