IMB Libregt Wattimena Harus Dicabut, Distakot dan Satpol PP Ambon Tutup Mata
http://www.beritamalukuonline.com/2015/02/imb-libregt-wattimena-harus-dicabut.html
Ambon - Berita Maluku. Kuasa Hukum Ludwig Nelson alias Sony Hukom, Rudijanto Simanjuntak dari Kantor Advokat Retretus Domi Maitimu mendesak Pemerintah Kota Ambon segera mencabut Izin Mendirikan Bangunan (IMB) milik Libregt Frans Wattimena karena bertententangan dengan Pasal 9 ayat 2 butir d.
Dinas Tata Kota (Distakot) dan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Ambon dinilai ikut bermain sehingga pura-pura tutup mata atas polemik kepemilikan lahan di atas tanah Ludwig Nelson alias Sony Hukom.
Pengacara lagi naik daun ini menyesalkan sikap pejabat Distakot dan Satpol PP Kota Ambon yang tidak profesional dan bermuka dua dalam menyikapi laporan pribadi maupun somasi tim Kuasa Hukum Ludwig Nelson alias Sony Hukom ke Pemkot Ambon sejak pertengahan 2014 silam.
’’Tanah di mana rumah klien kami (Ludwig Nelson alias Sony Hukom) tinggal dan tanah di mana bangunan milik keluarga Libregt Frans Wattimena kini kan lagi disengketakan di Mahkamah Agung RI sehingga posisinya status quo. Herannya, dengan melawan hukum dan tanpa melalui izin tetangga (Ludwig Nelson alias Sony Hukom) keluarga Libregt Frans Wattimena melalui kontraktornya Yonias Pattipeilohy dan buruh-buruh bangunannya menyerobot tanah milik klien kami dengan menyebar intimidasi dan memaksakan kehendak mereka untuk melanjutkan pembangunan gedung berlantai 3,’’ kecam Simanjuntak kepada Berita Maluku di Ambon, Kamis (5/2/2015).
Pria Batak ini menuding Pemkot Ambon tidak becus dan hanya berpihak pada kepentingan kekuasaan dan orang-orang berduit ketimbang membela kepentingan masyarakat kecil yang hak-haknya diabaikan serta hak azasinya ditindas.
’’Pemkot Ambon bukan tipe pelayan yang baik. Masak pengaduan sudah disampaikan untuk melarang bangunan milik Libregt Frans Wattimena, tapi kemudian Dinas Tata Kota dan Satpol PP Kota Ambon kembali mencabut papan larangan tersebut tanpa alasan jelas. Sebenarnya kepada siapa masyarakat harus mengadu kalau pemerintah hanya berpihak pada jabatan dan uang yang dimiliki seseorang yang belum tentu benar kepemilikan surat-suratnya,’’ protesnya.
Menurut Simanjuntak, alasan Pemkot Ambon untuk memberikan IMB atas dasar sertifikat yang dimiliki Libregt Frans Wattimena terkesan terlalu subjektif dan tak profesional karena sertifikat tersebut cacat hukum dan cacat administrasi jika ditinjau dari Peraturan Kepala Badan Agraria Nasional (Perkaban) Nomor 03 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Pengkajian dan Penanganan Kasus Pertanahan.
’’Mana mungkin Pemkot seenak perut menerima sebuah sertifikat yang jika dikaji secara cermat dan saksama sarat dengan manipulasi hukum dan administrasi. Ini tidak fair,’’ kesalnya.
Simanjuntak menegaskan dalam waktu dekat pihaknya akan menempuh jalur hukum untuk memproses pemalsuan surat-surat yang diduga dilakukan Libregt Frans Wattimena dan ahli warisnya dan oknum-oknum tertentu di Kantor Pertanahan Kota Ambon.
’’Kita sudah punya bukti untuk itu dan kita sementara menyiapkan laporannya untuk disampaikan ke pihak-pihak berwajib dan aparat penegak hukum lainnya,’’ tutupnya. (bm12/bm01/bm09/bm02)
Dinas Tata Kota (Distakot) dan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Ambon dinilai ikut bermain sehingga pura-pura tutup mata atas polemik kepemilikan lahan di atas tanah Ludwig Nelson alias Sony Hukom.
Pengacara lagi naik daun ini menyesalkan sikap pejabat Distakot dan Satpol PP Kota Ambon yang tidak profesional dan bermuka dua dalam menyikapi laporan pribadi maupun somasi tim Kuasa Hukum Ludwig Nelson alias Sony Hukom ke Pemkot Ambon sejak pertengahan 2014 silam.
’’Tanah di mana rumah klien kami (Ludwig Nelson alias Sony Hukom) tinggal dan tanah di mana bangunan milik keluarga Libregt Frans Wattimena kini kan lagi disengketakan di Mahkamah Agung RI sehingga posisinya status quo. Herannya, dengan melawan hukum dan tanpa melalui izin tetangga (Ludwig Nelson alias Sony Hukom) keluarga Libregt Frans Wattimena melalui kontraktornya Yonias Pattipeilohy dan buruh-buruh bangunannya menyerobot tanah milik klien kami dengan menyebar intimidasi dan memaksakan kehendak mereka untuk melanjutkan pembangunan gedung berlantai 3,’’ kecam Simanjuntak kepada Berita Maluku di Ambon, Kamis (5/2/2015).
Pria Batak ini menuding Pemkot Ambon tidak becus dan hanya berpihak pada kepentingan kekuasaan dan orang-orang berduit ketimbang membela kepentingan masyarakat kecil yang hak-haknya diabaikan serta hak azasinya ditindas.
’’Pemkot Ambon bukan tipe pelayan yang baik. Masak pengaduan sudah disampaikan untuk melarang bangunan milik Libregt Frans Wattimena, tapi kemudian Dinas Tata Kota dan Satpol PP Kota Ambon kembali mencabut papan larangan tersebut tanpa alasan jelas. Sebenarnya kepada siapa masyarakat harus mengadu kalau pemerintah hanya berpihak pada jabatan dan uang yang dimiliki seseorang yang belum tentu benar kepemilikan surat-suratnya,’’ protesnya.
Menurut Simanjuntak, alasan Pemkot Ambon untuk memberikan IMB atas dasar sertifikat yang dimiliki Libregt Frans Wattimena terkesan terlalu subjektif dan tak profesional karena sertifikat tersebut cacat hukum dan cacat administrasi jika ditinjau dari Peraturan Kepala Badan Agraria Nasional (Perkaban) Nomor 03 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Pengkajian dan Penanganan Kasus Pertanahan.
’’Mana mungkin Pemkot seenak perut menerima sebuah sertifikat yang jika dikaji secara cermat dan saksama sarat dengan manipulasi hukum dan administrasi. Ini tidak fair,’’ kesalnya.
Simanjuntak menegaskan dalam waktu dekat pihaknya akan menempuh jalur hukum untuk memproses pemalsuan surat-surat yang diduga dilakukan Libregt Frans Wattimena dan ahli warisnya dan oknum-oknum tertentu di Kantor Pertanahan Kota Ambon.
’’Kita sudah punya bukti untuk itu dan kita sementara menyiapkan laporannya untuk disampaikan ke pihak-pihak berwajib dan aparat penegak hukum lainnya,’’ tutupnya. (bm12/bm01/bm09/bm02)