Bunga dan Quo Vadis Pendidikan Maluku? | Berita Maluku Online | Berita Terkini Dari Maluku Berita Maluku Online
Loading...

Bunga dan Quo Vadis Pendidikan Maluku?

PADA Kamis (1/5), masyarakat, entah ibu-ibu rumah tangga, mahasiswa sampai kalangan pelajar berseliweran di Pasar Mardika maupun sejumlah pusat berbelanjaan di Kota Ambon, Maluku, untuk mencari bunga yang sudah dikemas rapi dalam plastik transparan berukuran panjang sekira 30 centimeter. Dari pagi sampai sore menjelang malam hari itu, para penjual bunga dalam plastik ini masih kebanjiran pembeli. Untuk mempercepat larisnya dagangan, banyak penjual yang berteriak-teriak ’’mari beli bunga, hanya Rp 10 ribu’’ di sudut-sudut pasar Mardika.

Oleh: RONY SAMLOY =

BUKAN hanya bunga, para guru, ibu-ibu rumah tangga sampai kalangan pelajar juga sibuk membeli beberapa ikat anyaman ketupat, makanan ringan dan minuman suplemen untuk dibagikan siswa/siswi dan guru-guru saat puncak Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) pada, Jumat 2 Mei 2014.

Mengapa harus bunga? Sebuah ungkapan menyatakan ’say it with flower’. Katakan itu dengan bunga. Hal ini disebabkan bunga memang pernah digunakan sebagai salah satu bentuk komunikasi. Orang-orang pada zaman Victoria, menggunakan bunga sebagai bentuk komunikasi yang sangat sopan. Selama abad ke 18, mengirimkan pesan bunga berdasarkan bahasa rahasia Turki menjadi popular.

Bahasa rahasia ini dikenal dengan nama ’Persian Salaam’, yang merupakan sebuah karangan bunga berkode untuk mengungkapkan perasaan cinta atau rasa tertarik. Orang-orang victoria pun menjadi sangat memahami bahasa bunga, sehingga mereka pun memilih dan menata buket bunga mereka dengan hati-hati. Semua bunga biasanya diterjemahkan sebagai bahasa cinta dan penghargaan, tetapi perbedaan warna bunga atau pengaturan yang berbeda dapat memberikan arti yang berbeda pula. Misalnya, mawar merah memberikan arti cinta, sementara mawar kuning berarti cemburu. Ilmu yang mempelajari tentang arti bunga benar-benar ada, dan ilmu ini dikenal dengan nama florografi.

Florografi mengungkapkan makna tambahan untuk mengirim atau menerima bunga. Pesan halus dan rahasia dapat dijelaskan melalui jenis bunga yang berbeda. Terdapat persepsi umum yang berhubungan dengan perasaan dan ekspresi yang dikaitkan dengan bunga yang berbeda. Namun, tetaplah sulit untuk mengumpulkan daftar dari arti bunga sebab setiap bunga memiliki konotasi yang berbeda tergantung pada referensinya. Selain itu, budaya yang berbeda bisa menyebabkan arti yang berbeda pula. Jadi, mungkin anda akan menemukan jawaban yang berbeda untuk satu bunga tergantung pada lokasi geografis. Bunga Anggrek bermakna cinta, cantik, keindahan, kebijaksanaan, perhatian, perbaikan.

Bunga anggrek Pink melambangkan kasih sayang murni, bunga anggrek kuning melambangkan keanggunan, bunga anggrek hitam melambangkan kekuasaan dan otoritas mutlak, bunga anggrek putih melambangkan keindahan, kelembutan, kemurnian, kepolosan, kebaikan, bunga anggrek merah melambangkan semangat, daya energi, kekuatan cinta. Bunga Lavender memprovokasi percintaan dan keanggunan, anggek ungu membangkitkan misteri dan ketidakpastian Biru : bermakna dalam, kekuatan dan stabilitas.

Bunga mawar simbol cinta dan gairah, bunga mawar pink simbol sayangku, rasa kagum, kebahagiaan, “percayalah padaku”, terimakasih, bunga mawar merah simbol cinta, cantik, aku cinta padamu, rasa hormat, keberanian, bunga mawar merah hati simbol kecantikan, merah dan putih simbol penyatuan, Merah dan Kuning symbol ucapan selamat, persahabatan atau jatuh cinta, Kuning : awal baru, kegembiraan, persahabatan ( dulu mawar kuning berarti ketidaksetiaan, cemburu), Kuning dan Jingga simbol semangat putih: Cinta Sejati, lugu, amat menyenangkan, rahasia dan diam Jingga :Keinginan, antusiame Peach: Manis, rasa terimakasih, apresiasi, kekaguman, simpati Ungu: Keunikan, cinta pada pandangan pertama, perlindungan cinta ibu/ayah Biru : Misteri Hijau : Tenang Hitam symbol kematian.

Bunga Matahari simbol kehangatan dan kekaguman, juga dianggap sebagai tanda umur panjang. Memberikan bunga pada peringatan Hardiknas telah menjadi kebiasaan rutin di Indonesia. Di Maluku juga kebiasaan ini mengikuti apa yang dilakukan kalangan dunia pendidikan di daerah lain yang sifatnya nasional. Namun terlepas dari makna bunga di atas, apa yang bisa dimaknai dari pemberian bunga saat Hardiknas di Maluku. Pertama, bunga itu memberikan harapan akan membaiknya atmosfer pendidikan Maluku pascakonflik sosial beberapa tahun silam.

Pasalnya, sewaktu krisis kemanusiaan melanda sebagian Maluku, daerah ini dikategorisasikan daerah yang terancam kehilangan generasi (lost generation) akibat hengkangnya tenaga-tenaga pendidik berkualitas ke daerah lain dan hancurnya sarana dan prasarana pendidikan, termasuk hancurnya Kampus Universitas Patttimura Ambon dan Kampus Universitas Kristen Indonesia Maluku (UKIM). Kedua, bunga itu melambangkan keprihatinan (satire) mendalam akan memburuknya atmosfer pendidikan Maluku yang sesuai data kelulusan siswa menduduki peringkat terburuk nasional ketiga di bawah NTT dan Papua. Kita patut menyoroti keterpurukan dunia pendidikan Maluku karena dari sinilah kita mengawali seluruh percakapan penting ini. Ada sejumlah alasan mengapa dunia pendidikan Maluku kian terpuruk saja.

Pertama, seluruh Perguruan Tinggi Negeri (PTN) maupun PTS di Maluku dari tahun ke tahun hanya menelurkan ’Guru Besar Hanya Nama’ alias GBHN. Dosen-dosen berlomba-lomba meraih gelar profesor (guru besar), tapi jarang menulis buku dari hasil penelitian ilmiah di lapangan (masyarakat). Kacaunya meski jarang bahkan tak pernah menulis buku, banyak dosen bergelar guru besar ini tetap menerima tunjangan menulis buku dari PTN dan PTS bersangkutan. Ironisnya, Pemerintah Provinsi Maluku melalui Biro Kesejahteraan hanya menganggarkan biaya studi bagi para dosen, tak ada biaya bagi masyarakat untuk menulis buku inovatif dan berguna bagi kalangan luas.

Kedua, kualifikasi tenaga pendidikan Maluku masih didominasi lulusan Diploma (D) entah D2 I maupun D3 sehingga kuantitas ilmu yang diberikan khusus pada pelajaran Ujian Nasional (UN) maupun Ujian Akhir Sekolah (UAS) tak sebanding (tak linear) dengan kebutuhan riil siswa untuk UN maupun UAS.
Ketiga, persebaran tenaga kependidikan tidak merata untuk 11 kabupaten/kota Maluku, sehingga terjadi penumpukkan guru-guru lulusan Strata Satu (S1) sampai S2 di Kota Ambon.

Keempat, jika mengacu pada terminologi ’the right man/woman on the right place’, banyak pejabat teknis setingkat kepala seksi di Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP) Maluku didominasi sosok-sosok tak berkualitas, dan hanya berorientasi proyek sehingga presentasi kualitas pendidikan Maluku dari tahun ke tahun menjadi kurang terukur karena maraknya nepotisme dan kolusi (KKN) di instansi ini.

Kelima, dalam segala hal, termasuk dunia pendidikan, aspek perimbangan sebagai ’bunga mawar berduri’ Deklarasi Malino Jilid II tahun 2001 dipaksakan masuk sehingga merusak sendi-sendi pendidikan Maluku. Politikisasi kepentingan melalui isu perimbangan akhirnya meminggirkan aspek kualitas sebagai sesuatu yang sahih dalam dunia pendidikan di manapun di dunia.

Kompetisi dunia pendidikan Maluku tak lagi berjalan di atas rel yang sebenarnya. Imbasnya, dosen-dosen berkualifikasi terbaik, terutama jebolan univeritas ternama di luar Maluku dan luar negeri yang tak diberikan jabatan atau promosi jabatan di kampus akhirnya menggiring mahasiswa untuk berpolitik praktis, menggelar demo dan melakukan anarkhistis di kampus.

Dosen-dosen yang tak memperoleh kuota promosi jabatan akhirnya menjadi anggota parlemen jalanan dan peramal nomor toto gelap (togel) di rumah-rumah kopi, café maupun lokasi para tukang ojek di Ambon dan lokasi lainnya. Bunga yang diberikan saat Hardiknas tahun ini mengandung semerbak keprihatinan akan dunia pendidikan Maluku. Quo vadis dunia pendidikan Maluku? (***)
Pendidikan 7492996271205878328
Beranda item

# Kota Ambon

Indeks

# ANEKA

Indeks