Warga Waititar Gugat Kodam Pattimura dan Pemkot Ambon
http://www.beritamalukuonline.com/2014/03/warga-waititar-gugat-kodam-pattimura.html
![]() |
Ilustrasi |
Gugatan tersebut secara resmi telah didaftarkan di Pengadilan Negeri (PN) Ambon, Senin pekan kemarin.
Selain menggugat institusi pimpinan Mayjen TNI Eko Wiratmoko ini, Hans Tanamal dan kawan-kawan melalui kuasa hukumnya, Munir Kairoty, Yohanes Balubun, Samuel Waileruny dan Johan Pattihawean juga menggugat Wali Kota Ambon, Richard Louhenapessy.
Dalam gugatan setebal 8 halaman itu, penggugat I menyatakan telah menempati rumah yang dibangun di atas tanah Negara berukuran 260 M2, yang dibangun Pemerintah Provinsi Maluku, terletak di jalan Imam Bonjol (Dulu dikenal Jln. Martha Kristina Tiahahu) nomor 56. Penggugat II menempati rumah seluas 355 M2, penggugat III seluas 355 M2, penggugat IV seluas 364 M2 dan penggugat V menguasai tanah seluas 260 M2.
Tanah Negara yang ditempat para penggugat ini, sebelah utara berbatasan dengan lorong Waititar, di depan tanah yang dikuasai oleh penggugat VI berbatasan dengan kantor Kelurahan Ahusen dan Gardu Air Perusahaan Air Minum, sebelah timur arah selatan berbatas dengan lorong sagu dan barat arah utara (samping kiri) berbatas dengan tanah Negara dan rumah milik keluarga Lekatompessy.
Sementara itu, tanah penggugat V, sebelah utara arah timur berbatas tanah Negara dan rumah yang dibangun Pemprov Maluku, sebelah timur arah selatan berbatas dengan tanah Negara dan gedung Gereja Sidang Jemaat Allah, sebelah selatan arah barat berbatas tanah Negara dan bagian barat arah utara berbatas jalan Imam Bonjol.
Bidang-bidang tanah serta bangunan di atasnya itulah yang menjadi objek sengketa saat ini. Menurut Munir, para penggugat menempati dan menguasai objek sengketa masing-masing dengan cara berbeda. Ada yang memperoleh izin dari Pemprov Maluku, ada juga dengan cara membayar, karena menjadi pegawai pada Pemprov Maluku, sedangkan penggugat V menempati objek sengketa karena saat itu dalam keadaan kosong setelah dimanfaatkan sebagai Sekretaris Organisasi Angkatan Muda Pembaharuan Indonesia (AMPI) tingkat I.
Berdasarkan Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Maluku Nomor : KPTS 126/GMAL/80 tanggal 22 Maret 1980 tentang Penjualan Rumah Golongan III Milik Pemprov Maluku, Beserta Penetapan Harga Penjualannya, praktis tanah-tanah Negara yang di atasnya dibangun rumah tinggal Pemprov Maluku, telah dialihkan statusnya kepada pihak-pihak yang menempati lokasi itu, dengan cara membayar ke Pemprov Maluku.
Munir menjelaskan, di antara mereka ada pula yang telah mengalihkan kepemilikannya kepada pihak lain. Untuk itu, lanjut Munir, para penggugat memiliki hak yang sama dengan mereka yang namanya terdapat dalam SK gubernur tersebut. Sejak itu, para penggugat tidak pernah diganggu pihak manapun. Namun ketenteraman ini tidak berlangsung lama, karena munculnya ancaman yang dilakukan pihak Kodam XVI Pattimura.
Pihak Kodam sebagai tergugat I pada September 2013 mendirikan bangunan permanen di atas tanah yang meliputi sebagian milik penggugat I hingga IV tanpa Surat Izin Membangun (IMB) dari tergugat II, yakni Pemkot Ambon.
Secara arogan, pihak Kodam menebang tanaman milik penggugat dan merusak kolam ikan milik penggugat. Bukan hanya itu, bangunan tersebut juga menempel pada rumah yang ditempat para tergugat. Untuk meredam protes penggugat, tergugat melalui bawahannya menunjukkan foto copy sertifikat dan menjelaskan bahwa Kodam adalah pemilik tanah yang ditempati para penggugat, namun tidak memberikan kesempatan bagi para penggugat untuk meneliti kebenaran foto copy sertifikat itu.
Hal lain yang terungkap, saat penggugat VI berangkat untuk membeli bahan-bahan guna memperbaiki rumah tersebut, ternyata tergugat I telah menguasainya tanpa hak, dengan menempatkan beberapa personil anak buahnya. Meskipun penggugat VI telah meminta agar tergugat meninggalkan objek sengketa, tapi tidak diindahkan.
Munir mengatakan, dari hasil pembicaraan dengan Kepala Kantor Pertanahan Kota Ambon, barulah diketahui secara pasti bahwa objek sengketa yang ditempat masih berstatus tanah Negara dan belum diterbitkan kepemilikannya, termasuk belum diterbitkan hak apapun kepada tergugat I. Sementara itu, terseretnya Pemkot Ambon dalam proses hukum ini disebabkan tidak ada tindakan apapun yang diambil terhadap bangunan yang tidak memiliki IMB.
Padahal berdasarkan pasal 6 -10 Peraturan Mendagri Nomor 32 tahun 2010, tentang Pedoman Pemberian IMB dan PP Kota Ambon Nomor 10 Tahun 2012 tentang Retribusi IMB, mengharuskan setiap bangunan memperoleh IMB dengan syarat-syarat yang mesti dipenuhi pemilik. Apabila melanggar, maka pemilik dapat dikenai sanksi pidana.
’’Hal ini juga membuktikan, bahwa tergugat I tidak membayar retribusi dan tidak memiliki bukti kepemilikan tanah,”tandasnya, Rabu (19/3/2014).
Munir menyayangkan sikap tergugat I sebagai pemimpin institusi militer di Maluku, yang seharusnya memberikan teladan dalam kepatuhan hukum, justru malah bertindak melawan hukum dengan menunjukkan arogansi mereka.
Berdasarkan gugatan itu, para penggugat memohon agar majelis hakim PN Ambon yang mengadili dan berkenan memutuskan dan menetapkan, selama perkara ini berlangsung, melarang tergugat I dan setiap orang melakukan kegiatan apapun di atas tanah yang meliputi objek sengketa tanpa IMB. Selain itu, meletakkan sita jaminan terhadap bangunan yang dibangun tergugat serta memerintahkan tergugat menyampaikan permohonan maaf atas intimidasi yang dilakukan. Di samping itu, bangunan tersebut harus segera dibongkar. (ev/mg-bm 015/bm 01)