Jejak Rekam Jenderal Humanis: Karel Albert Ralahalu | Berita Maluku Online | Berita Terkini Dari Maluku Berita Maluku Online
Loading...

Jejak Rekam Jenderal Humanis: Karel Albert Ralahalu

Awali Tugas Buka Barikade, Akhiri Pengabdian Bantu Korban Way Ela

Inilah sosok militer yang jadi pelayan sejati. Sebagai seorang aparat kesan wibawa, tegar, dan tak banyak bicara memang tak bisa dilepaspisahkan dalam kehidupannya. Tapi, di balik perawakannya yang besar dan kekar, ternyata sosok bersahaja ini sangat humanis, penyayang, dan suka melayani rakyatnya.

’’MANTAN Gubernur Papua Jap Salossa berseloroh kepada saya bahwa (saya) ini bukan orang Maluku, tapi orang Papua yang pulang pimpin Maluku,’’ celoteh Gubernur Karel Albert Ralahalu di depan pengurus Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Papua dan perwakilan Tim Perjuangan Papua Tuan Rumah Pekan Olahraga Nasional (PON) ke-20 tahun 2020 di Lantai 2 Kantor Gubernur Maluku, 13 Agustus 2013 lalu.

Ralahalu menambahkan ketika masih bertugas di Papua dirinya ikut berperan penting dalam penyelesaian konflik antara masyarakat lokal dengan manajemen PT Freeport.

’’Saya tahu dapurnya Freeport, dan saya ikut mendamaikan konflik antara masyarakat dan Freeport,’’ ungkap mantan Kepala Staf Daerah Militer (Kasdam) VIII/Trikora (2000) itu.

Hampir tiga tahun bertugas sebagai Manajer PT Freeport (2001-2003), putra Alang, Leihitu Barat ini pulang kampung menjabat gubernur Maluku masa bakti 2003-2008. Ia terpilih bersama mendiang Muhamad Abdulah atau Memet Latuconsina dalam pemilihan langsung di depan Paripurna DPRD Maluku. Sungguh berat dan penuh tantangan ketika pucuk pimpinan negeri ini diserahkan caretaker Gubernur Sinyo Hari Sarundajang (SHS) kepada Ralahalu dan Latuconsina pada medio (pertengahan) September 2003.

Namun, apapun beratnya tugas dan tanggung jawab itu, seperti kata pepatah: ’’Hujan emas di tanah orang tak sama hujan kerikil di tanah sendiri’’, suami Sovia Oktaviana Sohilait ini terpanggil moril dan dengan komitmen teguh datang membangun negeri asalnya di tengah ’puing-puing kehancuran’.

Kedekatannya dengan mendiang John Jonathan Mailoa, Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) PDI Perjuangan Maluku kala itu ikut mengantarkan sosok bersahaja nan ramah ini melangkah mulus ke singgasana Maluku Satu. Sebagai seorang tentara, praktis Ralahalu sudah kenyang pengalaman bertatap muka dengan masyarakat untuk menyelesaikan konflik.

Itu bagian dari profil tentara yang merakyat. Desingan peluru dan dentuman bom bukan lagi ’hal-hal keramat’ yang perlu ditakuti.

Di tanah kelahirannya, Ralahalu mengawali tugas dan pengabdian dengan membuka barikade-barikade yang dipasang warga untuk mengawal diri saat konflik masuk berkecamuk. Tembok segregasi wilayah dan pemikiran coba diruntuhkan perlahan-lahan. Di tengah angka murka yang menerpa Maluku, Ralahalu membangun kepercayaan masyarakat dengan mengundang para tokoh agama, tokoh masyarakat, akademisi, jurnalis, dan masyarakat untuk membentangkan lagi tali silaturahmi ’Orang Basudara’ yang tercabik-cabik akibat tragedi kemanusiaan itu.

Penguatan-penguatan kelembagaan sosial melalui event-event adat dan budaya terus digalakkan dari kampung-kampung bertetangga maupun yang punya hubungan ’Pela’ dan ’Gandong’. Seni budaya yang dibingkai dalam pagelaran ’’Malam Bakudapa Orang Basudara’’ di Maluku maupun di luar Maluku juga dihelat untuk mewujudkan perdamain hakiki di ’Negeri Raja-raja’.

Penguatan sektor ekonomi kerakyatan maupun kebijakan-kebijakan makro ekonomi terus digalakkan untuk mengangkat keterpurukan ekonomi akibat dampak konflik 1999 hingga awal 2003. Seluruh potensi dan keunggulan lokal dieksplorasi dan dieksploitasi untuk memperbaiki kerusakkan sendi-sendi perekonomian maupun keterpurukan sektor pendidikan, sosial budaya, hukum, dan lainnya.

Ironis memang dalam kurun empat tahun di saat konflik masih memanas, angka pertumbuhan ekonomi Maluku turun hingga titik terendah, yaitu minus 27,4 persen. Namun, melalui kerja keras semua pihak angka pertumbuhan itu menembus 7,4 persen pada triwulan pertama 2012 dan kini mendekati kisaran 8 persen. Pening¬katan PDRB per kapita harga berlaku dari 3 juta rupiah pada 2003 meningkat menjadi Rp 6,3 juta pada 2012.

Angka kemiskinan di Maluku yang pada 2002 berada pada level 34,78 persen dapat ditekan menjadi 22,45 persen pada September 2011 dan pada Agustus 2013 turun hingga mencapai 19,3 persen. Sementara tingkat pengangguran dari 17,99 persen pada 2004 juga mengalami penurunan hingga mencapai 7,72 persen pada 2011.

Begitu juga dengan nilai Indeks Pembangunan Manusia yang telah meningkat dari 69 persen pada 2004 menjadi 71,42 persen pada 2010. Jumlah bangunan sekolah pemerintah dan swasta, serta ruang kelas juga meningkat dari periode awal 2003 hingga paruh 2013 sehingga seluruh kabupaten/kota sudah terlayani kebutuhan pendidikannya meski perlu pembenahan dan perbaikan terhadap fasilitas-fasilitas yang rusak.

Jalan-jalan dan jembatan-jembatan banyak yang sudah dibangun di pulau-pulau perbatasan seperti di Wetar, Romang, Kisar, Leti, Moa, Lakor, Babar, dan lainnya. Di bidang sarana dan prasarana publik, Ralahalu ikut berperan dalam pembangunan Mess Maluku di Jakarta, Kantor Gubernur Maluku, gedung DPRD Maluku, Kampus Universitas Pattimura, Kampus Universitas Kristen Indonesia Maluku, Kampus Sekolah Tinggi Agama Kristen Protestan Negeri Ambon, Islamic Centre, Kristiani Centre, renovasi Gereja Maranatha, dan fasilitas-fasilitas lainya.

Sebelum mengakhiri masa jabatannya, Ralahalu juga berperan penting dalam mega proyek fenomenal Jembatan Merah Putih (JMP) yang kelak mengubungkan Desa Galala di jasirah Leitimur Selatan dan Poka di jasirah Leihitu.

Di bidang pemerintahan sejak mulai memimpin Maluku hingga di penghujung kariernya saat ini, sedikitnya tujuh kabupaten/kota telah mekar menjadi Daerah Otonom Baru (DOB), yakni Kabupaten Seram Bagian Timur, Kabupaten Seram Bagian Barat dan Kabupaten Kepulauan Aru pada 2003, Kabupaten Maluku Tenggara Barat pada 2005, Kota Tual pada 2007, Kabupaten Buru Selatan dan Kabupaten Maluku Barat Daya pada 2008, dan di akhir masa jabatannya pada 15 September 2013 sudah direstui usulan pemekaran calon Kabupaten Pulau-pulau Terselatan (Kisar, Romang, Wetar), dan kemungkinan calon Kabupaten Tanimbar Utara.

Di bidang kesejahteraan rakyat, selama Ralahalu memimpin, Maluku banyak dipercayakan Pemerintah Pusat sebagai Tuan Rumah perhelatan event-event nasional, antara lain Kejuaraan Nasional Layar di Pantai Natsepa pada 2006, Hari Keluarga Berancana Nasional (Harganas) XIV-2007, Kejuaraan Nasional Sepak Bola antar PPLP tahun 2008, Sail Banda 2010, Gong Perdamaian 2011, Musabaqah Tiwatil Qur’an (MTQ) Nasional XXIV tahun 2012, dan Pesparawi antar Mahasiswa Nasional di Unpatti tahun 2012.

Di tengah penguatan psikis masyarakat dan pemulihan ekonomi, Ralahalu mengunjungi rakyatnya di pulau-pulau terluar di Kabupaten Maluku Barat Daya, Maluku Tenggara Barat, dan Kepulauan Aru. Dia juga melakukan hal serupa di pulau-pulau kecil di Seram BagianTimur, dan desa-desa terpencil di Seram Bagian Barat dan Maluku Tengah.

Hampir di seluruh tempat di Maluku pernah dikunjungi dan diberikan bantuan oleh mantan Asisten Teritorial Kasdam VIII/Trikora ini.

Sebelum dia mengakhiri kariernya, Ralahalu ikut membantu korban runtuhnya tanggul DAM Wai Ela di Negeri Lima, Kecamatan Leihitu, Kabupaten Maluku Tengah, 26 Juli lalu. Tapi, sebelum itu, dia bolak-balik Ambon-Negeri Lima hanya untuk memantau perkembangan naiknya volume air di DAM natural itu. Bahkan, ketika tanggul pecah, Ralahalu nyaris terbawa air.

Ini bukti dia bukan tipe pemimpin yang hanya menunggu laporan di atas meja. Masih ingat pada 2006 silam ketika Ralahalu dan rombongannya nyaris terjatuh dengan helikopter di Ilwaki, Kecamatan Wetar, Kabupaten Maluku Barat Daya (dulu masih Kabupaten Maluku Tenggara Barat)?

Keberanian yang membungkusi kekayaan hatinya membuat Ralahalu dijuluki Jenderal Humanis. Dia memang pelayan sejati!. Di mana-mana saja ketika dia datang melihat dan mendengar langsung keluh kesah rakyat, pujian berkumandang bahwa sudah lebih dari 60 tahun Indonesia merdeka baru Ralahalulah gubernur yang datang langsung berbagi hati dengan rakyatnya.

Gelar adat ’’Resi Yoto Lain Dara’’ (Bapak Pelindung Kisar), ’’Marna Tutulu Noswotelu’’ (Raja di Tiga Pulau:Leti, Moa, Lakor) yang sempat disematkan padanya menjadi bukti adanya pengakuan dan apresiasi masyarakat atas kegigihan Ralahalu menentang ombak dan iklim yang acap kali ekstrem hanya untuk mendengar langsung keluh kesah sekaligus mengobati nestapa rakyatnya. (rony samloy)
Profil 130114146407208164
Beranda item

# Kota Ambon

Indeks

# ANEKA

Indeks