Skandal Rp9,2 Miliar di Disdikbud Maluku, Aktifis Desak Kejati Usut
AMBON - BERITA MALUKU. Aktivis di Maluku, Wilson Rahayaan angkat bicara terkait dugaan penyalahgunaan APBD 2025 sebesar Rp9,2 miliar oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Provinsi Maluku, dibawah kepemimpinan James Leiwakabessy yang disebut-sebut mendapat perlindungan dari BPKAD.
Praktik tersebut bukan sekadar kelalaian administrasi, tetapi sudah masuk kategori perampokan anggaran daerah secara sistematis.
“Kalau benar ada 13 transaksi tanpa SPJ senilai Rp9,2 miliar, ini bukan lagi salah prosedur, ini kejahatan anggaran. BPKAD dan Disdikbud sama-sama harus bertanggung jawab. Mereka main mata dengan uang rakyat,” tegas Wilson, Senin (25/8/2025).
Menurutnya, pola “tutup lubang dengan lubang baru” yang dipakai Disdikbud jelas melanggar prinsip tata kelola keuangan daerah. Semua kewajiban tahun sebelumnya seharusnya dicatat sebagai belanja utang atau dimasukkan dalam APBD-P, bukan ditutup dengan anggaran baru secara diam-diam.
“Kalau seperti ini terus, bagaimana pendidikan Maluku bisa maju? Uang yang mestinya untuk ruang kelas, beasiswa, dan sekolah terpencil malah dipakai nutupi utang lama. Ini bentuk pengkhianatan terhadap rakyat Maluku,” ujarnya.
Wilson juga menyoroti sikap Kepala BPKAD Maluku, Rudi Waras, yang bungkam ketika dimintai penjelasan. Menurutnya, sikap diam tersebut justru memperkuat dugaan adanya skandal besar yang sengaja ditutup-tutupi.
“Diamnya Kepala BPKAD itu tanda bahaya. Publik butuh transparansi, bukan alasan ‘nanti ada jubir’. Jangan main kucing-kucingan. Kami minta Kejati Maluku segera turun tangan menyelidiki dokumen pencairan ini,”serunya.
Ia menambahkan, skandal ini akan menjadi ujian besar bagi Gubernur Maluku, Hendrik Lewerissa, yang selama ini menggaungkan komitmen reformasi birokrasi dan pengawasan ketat anggaran.
“Kalau Gubernur Hendrik Lewerissa tidak berani mencopot Kepala Disdikbud dan melakukan audit khusus, maka jargon bersih-bersih birokrasi itu hanya pepesan kosong. Publik Maluku menunggu keberanian Gubernur. Apakah akan bertindak tegas atau ikut membiarkan budaya lama yang busuk ini?” pungkasnya.l
Sekedar informasi, Skandal keuangan di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Provinsi Maluku terus menyeruak. Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Maluku, Rudi Waras, memilih bungkam ketika dimintai penjelasan.
Ia hanya melempar jawaban singkat, “Nanti ada juru bicara,” seakan menghindar dari sorotan publik.
Padahal, sebagai pihak yang mengeluarkan anggaran, BPKAD menjadi kunci utama atas cairnya 13 transaksi tanpa Surat Pertanggungjawaban (SPJ) sepanjang Januari–Juli 2025, dengan total Rp9,2 miliar. Dana tersebut diduga kuat digunakan tidak hanya untuk kegiatan rutin, tetapi juga diam-diam menutup utang tahun 2024 yang tidak memiliki pos resmi dalam APBD 2025.
Dokumen yang diterima redaksi menunjukkan rangkaian pencairan dana pada Dinas di pimpin James Leiwakabessy, melalui skema Uang Persediaan (UP), Ganti Uang (GU), dan Tambahan Uang (TU) dengan rincian sebagai berikut. Rincian 13 transaksi senilai total Rp9,2 miliar yang dicairkan secara bertahap sepanjang Januari hingga Juli 2025 tanpa Surat Pertanggungjawaban (SPJ) yang jelas.
UP Rp1 miliar dicairkan pada 31 Januari 2025
GU I Rp600 juta cair 18 Maret
GU II Rp800 juta cair 11 April
GU III Rp720 juta cair 6 Mei
GU IV Rp600 juta cair 16 Mei
GU V Rp600 juta cair 3 Juni
GU VI Rp600 juta cair 16 Juni
TU I sub kegiatan pengembangan karier pendidik dan tenaga kependidikan SMK cair 26 Juni Rp1,2 miliar
GU VII Rp600 juta cair 1 Juli
GU VIII Rp600 juta cair 8 Juli
TU II sub kegiatan pembinaan kelembagaan dan manajemen SMK cair 9 Juli Rp260 juta
TU III sub kegiatan pembinaan minat, bakat, dan kreativitas siswa SLB cair 9 Juli Rp978 juta
GU IX Rp600 juta cair pertengahan Juli
Total Rp9,2 miliar yang tersalurkan tersebut disebut-sebut dipakai untuk membiayai kegiatan rutin, perjalanan dinas, tetapi juga untuk membayar utang kegiatan Disdikbud tahun anggaran 2024 secara diam-diam tanpa adanya pos belanja utang pada Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) 2025.
“Intinya uang Rp9,2 miliar itu sudah cair dari kas daerah, tapi sampai sekarang SPJ-nya belum ada. Sebagian dananya dipakai diam-diam untuk bayar utang kegiatan tahun 2024. Padahal, pos pembiayaan utang itu tidak tercantum dalam APBD 2025,” beber sumber internal, Selasa (18/8/2025).
Dalam standar tata kelola keuangan daerah, seluruh kewajiban tahun anggaran sebelumnya harus dicatat sebagai belanja utang dalam APBD berjalan atau diajukan dalam APBD Perubahan. Namun, Disdikbud Maluku disebut menggunakan pola lama
“tutup lubang pakai lubang baru” yaitu meminjam uang kas daerah di akhir tahun dan kembali mengisinya awal tahun berikutnya menggunakan TAG APBD baru.
“Harusnya ada revisi DPA dulu. Tambahkan pos utang atau sisipkan pada APBD-P. Tapi ini tidak dilakukan. Jadi kegiatannya apa yang ‘dikorbankan’ demi bayar utang 2024? Inilah pertanyaan besarnya,” tuturnya.
Publik Maluku menunggu. Apakah Gubernur berani bertindak tegas membersihkan OPD yang bermain anggaran, atau membiarkan pola lama ini terus terjadi?” tegasnya.