Kasus Dugaan Korupsi Kominfo Maluku, Keterangan Auditor di Persidangan Membingungkan | Berita Maluku Online | Berita Terkini Dari Maluku Berita Maluku Online
Loading...

Kasus Dugaan Korupsi Kominfo Maluku, Keterangan Auditor di Persidangan Membingungkan

BERITA MALUKU. Keterangan Kilat, auditor BPKP Perwakilan Provinsi Maluku sebagai ahli atas terdakwa Ibrahim Sangaji dalam kasus dugaan korupsi pada Dinas Kominfo Maluku dinilai membingungkan majelis hakim Tipikor dan jaksa penuntut umum Kejati setempat.

"Saya lupa pernyataan PPTK, Erni Sopalauw yang memberikan uang Rp30 juta kepada ketua PKK provinsi untuk membayar biaya konsumsi rombongan Menteri Kominfo," kata Kilat dalam persidangan yang dipimpin majelis hakim Tipikor Samsidar Nawawi didampingi Christina Tetelepta dan Bernard Panjaitan selaku hakim anggota di Ambon, Selasa (7/11/2017).

Kilat dihadirkan tim jaksa penuntut umum (JPU) Kejati Maluku, Rolly Manampiring dan Irkham Ohoiulun sebagai ahli terkait hasil perhitungan kerugian keuangan negara yang timbul dalam perkara E Government dan proyek penguatan jaringan tahun anggaran 2015.

Ahli bahkan berulang kali meminta waktu untuk menganalisis catatannya yang didapatkan dari penjelasan bendahara Dinas Kominfo, Meggy Parera, namun permintaan itu tidak dikabulkan majelis hakim.

Dia bahkan mengatakan uang Rp30 juta itu telah dikembalikan pihak ketiga, dalam hal ini CV Bintang Timur.

Namun keterangan tersebut disanggah majelis hakim Tipikor yang menyatakan itu persoalan lain, sebab yang dipertanyakan adalah uang Rp30 juta yang diambil dari dana proyek penguatan jaringan diserahkan ke ketua PKK provinsi.

Akibat merasa terdesak dengan pertanyaan majelis hakim tipikor, tim JPU dan penasihat hukum terdakwa, Syukur Kaliki, ahli kembali menyatakan pendapatnya atas nama institusi bahwa anggaran yang dipakai untuk keperluan dinas tidak termasuk kerugian keuangan negara.

"Memang tidak dibenarkan ada pergeseran anggaran atau menggunakan dana proyek untuk kepentingan lain, tetapi karena dimanfaatkan untuk melayani makan/minum rombongan menteri maka tidak termasuk kerugian negara," kata ahli mempertahankan pendapatnya.

Sikap ahli dalam persidangan membuat majelis hakim kembali bertanya, sebenarnya data yang dipakai untuk mengetahui kerugian keuangan negara itu dari BPKP ataukah majelis hakim harus menghitung kerugian negara yang baru.

Ahli itu sudah merinci anggaran proyek yang dipakai untuk kepentingan pribadi terdakwa sebesar Rp160 juta lebih tetapi tidak ada data penyerahan Rp30 juta kepada tim penggerak PKK provinsi.

Ahli menambahkan, catatan pengeluaran yang didapatkan dari bendahara menyebutkan banyak terjadi peminjaman uang proyek untuk kepentingan pribadi terdakwa atau pun memberikan uang kepada orang lain yang berkisar antara Rp100.000 hingga puluhan juta rupiah.

Misalnya, ada perintah terdakwa kepada bendahara tahun 2015 untuk memberikan uang kepada komisi A Rp3 juta, Elake Rp500 ribu, Sahlan Heluth Rp750 ribu, pinjam Rp11 juta untuk tiket pesawat ke Jakarta dan pinjam Rp15 juta kepentingan pribadi terdakwa, pengiriman uang Rp2 juta ke kampung halaman sehingga totalnya mencapai Rp106,3 juta.

Namun uang Rp30 juta yang diperintahkan terdakwa kepada bendahara dan PPTK diserahkan ke ketua tim penggerak PKK provinsi tidak ditulis ahli dalam laporannya sebagai sebuah kerugian keuangan negara.
Hukrim 9120413802082217541
Beranda item

# Kota Ambon

Indeks

# ANEKA

Indeks