Fenomena Banjir di Kota Ambon | Berita Maluku Online | Berita Terkini Dari Maluku Berita Maluku Online
Loading...

Fenomena Banjir di Kota Ambon

Kota Ambon Butuh Lebih Dari Sebuah Pemodelan Resiko Bencana

Oleh: Muhammad Rasyid Angkotasan

AMBON merupakan suatu wilayah yang memiliki potensi bencana yang sangat tinggi dan juga sangat bervariasi dari aspek jenis bencana. Kondisi alam tersebut serta adanya keanekaragaman penduduk dan budaya di Ambon menyebabkan timbulnya risiko terjadinya bencana alam, bencana ulah manusia dan kedaruratan kompleks, meskipun disisi lain juga kaya akan sumberdaya alam.

Pada umumnya bencana banjir & tanah longsor yang terjadi di Ambon, disamping karena faktor alam juga karena ulah tangan manusia, diantaranya karena banyaknya sampah yang dibuang sembarangan ke dalam saluran air dan sungai yang menyebabkan selokan dan sungai menjadi dangkal sehingga aliran air terhambat dan menjadi meluap dan menggenang. Yang kedua, kurangnya daya serap tanah terhadap air karena tanah telah tertutup oleh aspal jalan raya dan bangunan-bangunan yang jelas tidak tembus air, sehingga air tidak mengalir dan hanya menggenang.

Bisa jadi daya serap tanah disebabkan ulah penebang-penebang pohon di hutan yang tidak menerapkan sistem reboisasi (penanaman pohon kembali) pada lahan yang gundul, sehingga daerah resapan air sudah sangat sedikit. Faktor alam lainnya adalah karena curah hujan yang tinggi dan tanah tidak mampu meresap air, sehingga luncuran air sangat deras.

Kompleksitas dari permasalahan bencana tersebut memerlukan suatu penataan atau perencanaan yang matang dalam penanggulangannya, sehingga dapat dilaksanakan secara terarah dan terpadu. Penanggulangan yang dilakukan selama ini belum didasarkan pada langkah-langkah yang sistematis dan terencana, sehingga seringkali terjadi tumpang tindih dan bahkan terdapat langkah upaya yang penting tidak tertangani.

Topografi dan geomorfologi Kota Ambon merupakan bagian kepulauan Maluku dari pulau-pulau busur vulkanis. Sebagian besar berbukit dan berlereng terjal, 73% luas wilayah berlereng terjal, dengan kemiringan di atas 20%. Hanya 17% wilayah daratan yang datar/landai dengan kemiringan kurang dari 20%. Masyarakat memilih hunian pada daerah lereng atau perbukitan karena daerah datar sudah terbatas dan mahal.

Berkembangnya permukiman di kota juga dipengaruhi bertambahnya pendatang baru dari masyarakat dari kabupaten/kota lain di wilayah Maluku yang menetap di kota ini karena terkait dengan pendidikan, ekonomi dan lainnya. Pertumbuhan penduduk yang tidak berimbang dengan ketersediaan lahan yang terbatas, masyarakat cenderung membangun ke arah perbukitan yang rawan longsor. 1 Agustus 2012.

Kejadian pada hari itu, merupakan salah satu kejadian bencana yang disebabkan oleh akumulasi hujan dengan intensitas sedang sampai dengan lebat, menyebabkan terjadinya bencana tanah longsor dan banjir yang meliputi 5 wilayah kecamatan yaitu Teluk Ambon, Teluk Ambon Baguala, Leitimur Selatan, Sirimau dan Nusaniwe.

PERMASALAHAN DAN SOLUSI
Model adalah representasi suatu realitas dari seorang pemodal yang dihasilkan dari kegiatan pemodelan. Tujuannya adalah untuk menjembantani atara dunia nyata (real world) dengan dunia berfikir (thinking). Model dibuat untuk membantu merumuskan dan menetapkan alternative penanganan masalah setelah melalui proses simulasi. Dengan menggunakan model, maka pemecahan masalah dapat dilakukan dengan cepat dan tepat serta lebih ekonomis.
Didalam proses interpretasi dunia nyata kedalam dunia model, berbagai proses transformasi untuk menyajikan hasilnya bisa dilakukan misalnya dengan interpretasi verbal dan interprestasi simbolik yang menghasilkan model kuantitatif.
Secara universal pemodelan adalah tentang bagaimana mengakali potensi bencana dengan persamaan yang akan diaplikasikan sesuai bacaan pemodel. Namun lebih dari pada itu Kota Ambon kiranya membutuhkan lebih dari pemodelan, Kota Ambon membutuhkan solusi agar meminimalisir kerusakan dan kerugian akibat bencana banjir ini sendiri.
PENATAAN RUANG AIR SEBAGAI UPAYA PENGENDALIAN BANJIR
Tata ruang air adalah bagaimana menata ruang daratan dengan memberikan tempat yang semestinya bagi air untuk dapat masuk secara maksimal ke dalam tanah melalui proses infiltration. Dengan demikian kapasitas run off air menjadi minimal. Untuk mencapai hal ini maka bidang resapan air baik di hulu dan hilir harus memadai.
Bidang resapan air di bagian hulu yang paling baik adalah apabila fungsi kawasan hutan dapat maksimal. Artinya, luas kawasan hutan yang ada harus dapat menampung sebesar-besarnya jumlah hujan yang turun. Sedangkan di bagian hilir, cara yang banyak dilakukan adalah dengan memaksimalkan luas dan fungsi hutan kota, ruang terbuka hijau publik maupun perorangan serta bidang resapan lainnya.
Hal lain yang mendasar harus dipertimbangkan dalam tata ruang air adalah dengan memahami bahwa air selalu mengalir ke tempat yang lebih rendah dan air membutuhkan jalan (saluran) baik sistem alami (sungai, anak sungai) maupun saluran buatan (saluran drainase). Saluran-saluran tersebut harus dapat dilalui air dengan kapasitas maksimal sepanjang tahun.
Pada akhirnya air akan bermuara ke laut. Sebelum mencapai laut air akan melewati pesisir pantai. Di beberapa tempat alam telah menyediakan tempat parkir air berupa rawa-rawa dan kawasan hutan bakau. Kontribusi curah hujan yang tinggi di musim penghujan dan tingginya perubahan tataguna lahan termasuk di wilayah hulu sungai merupakan penyebab utama terjadinya banjir. Hal ini, tidak hanya berpengaruh pada saat debit tinggi atau kondisi banjir, tetapi memberikan kontribusi yang cukup signifikan pada saat debit rendah atau bahkan kekeringan.
Faktor penyebab kekeringan sama persis seperti faktor penyebab banjir, keduanya berperilaku linier dependent, yakni semua faktor yang menyebabkan kekeringan akan bergulir mendorong terjadinya banjir. Semakin parah kekeringan yang terjadi, semakin besar pula banjir yang akan menyusul dan sebaliknya. Adanya perubahan kawasan hutan yang sebelumnya merupakan daerah resapan air menjadi lahan pertanian, permukiman, industri dan pertambangan bahkan menjadi hutan yang gundul membuat air hujan yang jatuh langsung melimpas ke sungai, bukan masuk ke dalam tanah. Berkurangnya daerah resapan air, mengakibatkan saat musim kemarau aliran air ke dalam tanah menjadi berkurang.
Penataan Ruang dan Manajemen Infrastruktur Dalam Penanganan Banjir
Bencana banjir yang terjadi belakangan ini lebih disebabkan adanya eksploitasi tata ruang (lahan) secara berlebihan. Tata ruang sendiri sebenarnya telah diatur mulai dari perencanaan, pemanfaatan, dan pengendaliannya di dalam Undang-Undang (UU) Penataan Ruang No. 26 tahun 2007, sebagai penyempurnaan dari UU sebelumnya No. 24 tahun 1992. Namun kondisi saat ini bahwa prinsip-prinsip penataan ruang masih belum dilaksanakan secara optimal. Hal ini dapat dilihat dari masih banyaknya proses pembangunan yang melanggar ketentuan di dalam Rencana Tata Ruang Wilayah, namun tidak ada sanksi yang tegas bagi setiap pelanggaran tersebut.
Kaidah-kaidah utama dalam UU Penataan Ruang yang mengedepankan keseimbangan antara kawasan budidaya dan kawasan lindung dilanggar, padahal alam memiliki kapasitas daya dukung tertentu. Situ-situ di kawasan perkotaan yang secara alami terbentuk sebagai tempat parkir air di kala musim hujan tiba diklaim sebagai daratan yang bisa dibudidayakan dengan memanfaatkan teknologi. Sungai-sungai dialihkan alirannya dan bahkan banyak yang ditutup untuk dibangun kawasan budidaya. Beberapa atau bahkan sebagian besar fungsi Ruang Terbuka Hijau (RTH) sebagai daerah resapan air dirasakan tidak memberikan keuntungan secara ekonomi. Hal itu diperburuk dengan semangat pemerintah daerah dalam mengejar pendapatan daerah. Maka yang terjadi adalah perubahan fungsi besar-besaran terhadap fungsi-fungsi resapan yang sangat dibutuhkan untuk menjaga keseimbangan alam menjadi fungsi-fungsi budidaya yang sangat tidak ramah lingkungan.
Saat ini tindakan yang perlu segera dilakukan adalah mengembalikan fungsi kawasan-kawasan ke fungsi awalnya yang lebih ramah lingkungan berdasar atas UU Penataan Ruang. Memang bukan perkara sederhana untuk mengubah kembali fungsi budidaya yang sudah terbentuk untuk dikembalikan menjadi fungsi-fungsi yang ramah lingkungan yang notabene akan mengorbankan kepentingan ekonomi. Namun apalah artinya kesejahteraan ekonomi yang tinggi jika sewaktu-waktu bisa musnah dalam sekejap akibat bencana banjir, belum lagi perasaan was-was setiap kali musim hujan datang akan diikuti oleh banjir yang melanda.
Secara umum banjir merupakan suatu keluaran (output) dari hujan (input) yang mengalami proses dalam sistem lahan yang berupa luapan air yang berlebih. Kejadian atau fenomena alam berupa banjir yang terjadi ahir-akhir ini di Indonesia memberikan dampak yang amat besar bagi korban baik dalam segi material maupun spiritual. Untuk melakukan suatu mitigasi bencana banjir maka diperlukan suatu pemetaan daerah-daerah yang rawan terhadap bahaya banjir.
Lahan merupakan sumberdaya penting yang memberikan informasi mengenai kondisi lingkungan. Dari sudut pandang hidrologi informasi tersebut dapat digunakan untuk teknik penyadapan mengenai karakteristik dan data sumberdaya air, seperti pemetaan banjir, pemetaan batas-batas air permukaan serta zonasi-zonasi wilayah yang mengalami pengendapan.
Secara realitas permasalahan yang dihadapi oleh Kota Ambon berkaitan dengan penataan kota ini adalah kurangnya RTH pada bagian dalam kota yang berfungsi sebagai tempat penyerapan debit air agar kiranya dapat memaksimalkan pengurangan genangan air pada wilayah permukaan. Hal ini pula dapat membantu dimensi muka air tanah agar keseharian masyarakat dapat secara perlahan terbantu.
SERIBU LUBANG BIOPORI UNTUK AMBON SADAR BANJIR
Lubang Resapan Biopori atau biasa disebut “Lubang Bioporimerupakan metode alternatif untuk meningkatkan daya resap air hujan ke dalam tanah. Metode ini pertama kali dicetuskan oleh Dr. Kamir R. Brata, seorang peneliti seorang peneliti dan dosen di Departemen Ilmu Tanah dan Sumber Daya Lahan, Institut Pertanian Bogor (IPB). Lubang Resapan Biopori berupa sebuah lubang silindris yang dibuat secara vertikal ke dalam tanah. Lubang ini akan memicu munculnya biopori secara alami di dalam tanah. Biopori sendiri adalah istilah untuk lubang-lubang di dalam tanah yang terbentuk akibat berbagai aktifitas organisme yang terjadi di dalam tanah seperti oleh cacing, rayap, semut, dan perakaran tanaman. Biopori yang terbentuk akan terisi udara dan menjadi tempat berlalunya air di dalam tanah.
Prinsip kerja lubang peresapan biopori sangat sederhana. Lubang yang kita buat, kemudian diberi sampah organik yang akan memicu biota tanah seperti cacing dan semut dan akar tanaman untuk membuat rongga-rongga (lubang) di dalam tanah yang disebut biopori. Rongga-rongga (biopori) ini menjadi saluran bagi air untuk meresap kedalam tanah.
Manfaat Lubang Biopori
Lubang resapan biopori adalah teknologi sederhana yang tepat guna dan ramah lingkungan. Lubang biopori ini mampu meningkatkan daya resap air hujan ke dalam tanah sehingga mampu mengurasi resiko banjir akibat meluapnya air hujan. Selain itu, teknologi ini juga mampu meningkatkan jumlah cadangan air bersih di dalam tanah.
·       Meningkatkan daya resapan air
Lubang resapan biopori mampu meningkatkan daya resap air hujan ke dalam tanah. Hal ini akan bermanfaat untuk: Mencegah genangan air yang mengakibatkan banjir, peningkatan cadangan air bersih di dalam tanah, dan mencegah erosi dan longsor
Dengan adanya lubang biopori akan mencegah terjadinya  genangan air yang secara tidak lansung dapat meminimalisir berbagai masalah yang diakibatkannya seperti mewabahnya penyakit malaria, demam berdarah dan kaki gajah.
·       Mengubah sampah organik menjadi kompos
Sampah organik yang dimasukkan ke dalam lubang biopori akan dirubah menjadi kompos oleh satwa tanah seperti cacing dan rayap. Kompos atau humus ini sangat bermanfaat bagi kesuburan tanah. Selain itu sampah organik yang diserap oleh biota tanah tidak cepat diemisikan ke atmosfir sehingga mengurangi emisi gas rumah kaca (CO2 dan metan) yang mengakibatkan pemanasan global dan menjaga biodiversitas dalam tanah.
·       Memanfaatkan fauna tanah dan akar tanaman
Lubang biopori memicu biota tanah dan akan tanaman untuk membuat rongga-rongga di dalam tanah yang menjadi saluran air untuk meresap ke dalam tanah. Dengan adanya aktifitas ini menjadikan kemampuan lubang peresapan biopori senantiasa terjaga dan terpelihara.
Biopori memiliki segudang manfaat secara ekologi dan lingkungan, yaitu memperluas bidang penyerapan air, sebagai penanganan limbah organik, dan meningkatkan kesehatan tanah. Selain itu, biopori juga bermanfaat secara arsitektur lanskap sehingga telah digunakan sebagai pelengkap pertamanan di berbagai rumah mewah dan rumah minimalis yang menerapkan konsep rumah hijau. Biopori kini menjadi pelengkap penerapan kebijakan luas minimum ruang terbuka hijau di perkotaan bersamaan dengan pertanian urban. Bahkan pemerintah Kota Sukabumi sangat menganjurkan ruang terbuka hijau memiliki biopori.
Biopori mampu meningkatkan daya penyerapan tanah terhadap air sehingga risiko terjadinya penggenangan air (waterlogging) semakin kecil. Air yang tersimpan ini dapat menjaga kelembaban tanah bahkan di musim kemarau. Keunggulan ini dipercaya bermanfaat sebagai pencegah banjir. Dinding lubang biopori akan membentuk lubang-lubang kecil (pori-pori) yang mampu menyerap air. Sehingga dengan lubang berdiameter 10 cm dan kedalaman 100 cm, dengan perhitungan geometri tabung sederhana akan didapatkan bahwa lubang akan memiliki luas bidang penyerapan sebesar 3.220,13 cm2. Tanpa biopori, area tanah berdiameter 10 cm hanya memiliki luas bidang penyerapan 78 cm persegi. Biopori telah dibuat di berbagai tempat di Jakarta dengan tujuan untuk mengurangi risiko terjadinya genangan air. Selain di Jakarta, biopori juga dibuat di daerah yang tidak memiliki risiko banjir. Biopori tersebut bermanfaat untuk menjaga keberadaan air tanah dan kelestarian mata air. Biopori menjadi alternatif penyerapan air hujan di kawasan yang memiliki lahan terbuka yang sempit. Di Puncak, Bogor, biopori dibangun untuk mengembalikan fungsi penyerapan air di kawasan tersebut sehingga kondisi hulu sungai Ciliwung menjadi lebih sehat. Sejak dijadikan sebagai perkebunan teh, kawasan villa, dan kawasan wisata, Puncak mengalami penurunan kemampuan penyerapan air hujan sehingga risiko erosi dan peluapan air sungai di musim hujan menjadi lebih besar.
Namun menurut penelitian oleh LIPI, biopori tidak mampu mencegah banjir, namun efektif dalam menangani genangan air. Dengan dimensi pori-pori yang kecil, maka laju penyerapan air dikatakan relatif lebih lambat dibandingkan dengan debit aliran air ketika terjadi banjir bandang
Pemerintah Kota Ambon diharapkan dapat focus pada penanganan banjir yang selama ini menjadi hal yang menakutkan dengan beragam ancamannya, kiranya Pemerintah dapat lebih intensif dan dapat membuat sebuah langkah maju demi meminimalisir potensi bencana banjir dengan pengadaan biopori dalam jumlah yang cukup untuk menekan air di permukaan.
(Penulis adalah Mahasiswa S1 Teknik Sipil UMI-Makassar)
Artikel 1284952325670181908
Beranda item

# Kota Ambon

Indeks

# ANEKA

Indeks