Jika Gerindra Pinang Golkar, PDIP Takluk di Pilkada MBD
http://www.beritamalukuonline.com/2015/05/jika-gerindra-pinang-golkar-pdip-takluk.html

Ambon - Berita Maluku. Masuknya duet Jafet Damamain dan Edy Petrusz (JD-EP) ke dalam bursa pendaftaran Bakal Calon (Balon) Bupati dan Balon Wakil Bupati Maluku Barat Daya (MBD) periode 2015-2020 ke markas Dewan Pimpinan Daerah PDI Perjuangan Maluku merubah konstelasi politik yang telah mengemuka ke ranah publik sekaligus menambah konfigurasi politik anyar jelang pemilihan kepala daerah serentak episode pertama pada 9 Desember 2015 mendatang.
Perubahan estimasi politik justru terjadi seketika lantaran masyarakat telah terkontaminasi dan terkooptasi dengan wacana polarisasi kekuatan politik di mana pasangan Barnabas Nataniel Orno (BNO), Bupati MBD 2011-2016 atau sang petahana (incumbent) dan Benjamin Oyang Noach (BON), Direktur PD Kalwedo, telah resmi mengantongi rekomendasi PDIP dan Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI). Artinya, tiket politik PDIP sudah final digenggam BNO-BON.
Pada sisi lain, tekad maju pasangan JD-EP jelas bukan tanpa alasan, sebab keduanya adalah kader sekaligus sosok-sosok yang berkeringat darah dalam membesarkan partai besutan Megawati Soekarnoputri ini.
Adapun JD telah lama berkecimpung dengan PDIP di Maluku, sementara EP punya kisah panjang dalam aksi militansi bersama PDIP mulai dari Dili, Timor-Timur (kini Republik Demokrasi Timor Leste) hingga Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Pada Pilkada MBD 2010 silam, JD yang berpasangan dengan BON maju bertarung melalui tiket PDIP, sementara BNO dan Johanis Letelay mencalonkan diri dari PNI Marhaenis dan PKPI. Tekad maju JD-EP adalah sebuah pesan moral, bahwa BNO dan BON belum pasti, fifty-fifty, memiliki rekomendasi PDIP.
Status hukum yang sedikit masih ’melekat’ dalam kapasitas BNO sebagai Bupati MBD jelas akan menjadi referensi utama bagi Ketua DPD PDIP Maluku Edwin Adrian Huwae untuk lebih hati-hati dan selektif menjatuhkan opsi utama ke pasangan BNO-BON.
Sebab, kasus penangkapan politisi PDIP Adrinsyah saat Kongres Nasional IV PDIP di Denpasar, Bali, Jumat, 10 April 2015, akan menjadi momentum strategis bagi jajaran DPD PDIP Maluku untuk lebih selektif menentukan kader terbaik yang akan maju bertarung saat pilkada serentak di empat kabupaten di Maluku, Seram Bagian Timur (SBT), Kepulauan Aru, Buru Selatan dan MBD. Apalagi, penangkapan Adriansyah sempat dikait-kaitkan dengan sosok Ketua DPRD MBD Edwin Adrian Huwae lantaran nyaris memiliki kesamaan nama.
Ini yang bakal menjadi kartu truf JD-EP untuk menjadi kandidat kuat penerima rekomendasi PDIP menuju pilkada MBD. Jika DPD PDIP Maluku masih bersikeras mempertimbangkan kapasitas incumbent tanpa memperhitungkan secara hati-hati dimensi penegakan hukum di bagian lain, bukan tidak mungkin PDIP berpotensi kalah karena meneteskan noda (noktah) dalam pilkada MBD. Sebagai partai besar, PDIP tak akan mungkin gegabah menjatuhkan palu kepada sosok bermasalah dari sisi penegakan hukum. Prinsip kehati-hatian adalah ukurannya.
Nyaris serupa dengan PDIP, Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) juga bakal bernasib serupa jika pengurus DPD Gerindra Maluku maupun DPP Gerindra tidak memperhitungkan aspek penegakan hukum selain kapasitas, kapabilitas dan moralitas Balon Bupati dan Wabup yang akan bertarung di Pillkada MBD.
Sebab sesuai fakta empiris, mesin tempur partai besutan Jenderal Purnawirawan Prabowo Subianto ini terpecah dalam beberapa faksi informal lantaran banyak kader Gerindra yang ’masuk angin’ dan berpolitik pragmatis mengusung para calonnya.
Koordinator Daerah MBD Gerindra Maluku, John Laipeny, misalnya, lebih chun menjagokan Nikolaus Johan Kilikoly (NJK) karena ukuran kekuatan finansial, kekuatan di luar rasionalisasi (hanya pakai otot) maupun konsolidasi internal ke infrastruktur lapis bawah, DPC Gerindra MBD, tanpa mempertimbangkan peta politik yang ke depan menyongsong pilkada Maluku 2018, serta pileg dan pemilihan presiden (pilpres) 2019 mendatang.
Kader Gerindra MBD yang lain, umpamanya Rudy Dolhalewan dan Vecky Johansz, dengan terang-terangan maupun tidak secara gamblang lebih menggungulkan pasangan Simon Moshe Maahury (SMM) dan Kimdevits Markus (KDM) karena pertemanan ketimbang mengerucut fatsun mendukung Dewan Pembina Gerindra MBD, Johanis Letelay, Wabup MBD 2011-2016.
Celakanya, Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Gerindra MBD Evert Mosez lebih memilih BNO karena kedekatan hubungan emosionalnya dengan pasangan BNO, BON. Diduga ada upaya Evert untuk meloloskan incumbent untuk merebut rekomendasi Gerindra meski sang tokoh tidak mengikuti Fit and Proper Tes (Uji Kelayakan dan Kepatutan) Gerindra di Lantai II Saparua Room Swiss Belhotel Ambon, 21 April.
Ringkas kata jika Gerindra salah memberikan rekomendasi, lonceng kematian akan berkibar saat Pilkada MBD dihelat. Acuannya jelas, 99 persen warga MBD adalah anggota jemaat Gereja Protestan Maluku (GPM) yang fanatik, terstruktur rapi dan disiplin selama lebih kurang 70 tahun terakhir, sehingga peluang Balon Bupati maupun Balon Wabup dari gereja kharismatik relatif sulit membendung fatwa Badan Pekerja Harian (BPH) Sinode GPM saat pilkada MBD nanti. Mau contoh?
Pilkada MBD jilid I, 2010 silam, menjadi pembuktikan sahih jika kekuatan politik GPM masih mendominasi apresiasi dan opsi politik warga MBD yang masih sektarian. Dalam membangun MBD lima tahun ke depan, sosok birokrat murni masih tetap dibutuhkan untuk membenahi manajemen pemerintahan yang belum tertata baik dan belum profesional.
Untuk saat ini, MBD belum mampu dinakhodai sosok di luar birokrasi karena bargaining position hingga kemampuan manajerial pemerintahan tidak semudah membalikkan telapak tangan. Bagi sosok birokrat saja membutuhkan waktu dan kerja keras, apalagi bagi sosok yang tak paham alur dan mekanisme birokrasi.
Sebagai wilayah yang kaya potensi pertambangan, MBD mestinya dipimpin sosok birokrat sehingga kemungkinan ’menjual’ wilayah MBD ke investor asing tak akan terjadi.
Tentunga petinggi DPD Gerindra Maluku maupun DPP Gerindra perlu mempertimbangkan banyak aspek, terutama menyangkut kapasitas, kapabilitas, moralitas hingga latar belakang figur yang akan direkomendasikan sebelum menjatuhkan pilihan. Kans kader partai lain? Posisi partai Golongan Karya (Golkar) pada pilkada MBD ibarat ’nona manis’ yang siap kapan pun untuk dipinang balon Gerindra maupun PDIP.
Jika mencermati konstelasi politik nasional dengan mengacu pada hasil Munas di Pekanbaru, Riau, 2012 silam, tampaknya kubu Aburizal Bakrie (ARB) dengan simpul Zeth Sahuburua cs yang berhak mengutus kadernya di pilkada MBD, SBT, Aru dan Bursel.
Untuk pilkada MBD, Golkar kemungkinan kuat mengusulkan sosok Anos Yermias, Korda MTB dan MBD Partai Golkar Maluku yang menjadi anak emas (the golden boy) Sahuburua, politisi kawakan tiga zaman asal Maluku. Kalaupun sedikit meleset, Golkar bakal menjatuhkan pilihan kepada Lambert Maupiku (LM), anggota DPRD MBD 2010-2014 dan 2014-2019.
Namun, LM punya simpul politik dengan Arnolis Laipeny (AL) yang masuk jaringan politik kubu Agung Laksono (AL). Selanjutnya, LM bersikeras berpasangan dengan BNO, namun koalisi Golkar dan PDIP belum tentu terwujud.
Untuk maksud ini, Gerindra bisa mengambil keuntungan atas harmonisasi koalisi Merah Putih (KMP) di aras nasional yang dibangun Golkar dan Gerindra.
Di sinilah letak momentum strategis bagi Gerindra untuk menunjukkan kepiawaiannya menaklukkan kader atau calon PDIP pada pillkada MBD kali ini. Kita lihat saja! (bm12/bm01/bm09/bm10)