Aktivitas Penambangan Emas di Gunung Botak Mengkhawatirkan
http://www.beritamalukuonline.com/2015/04/aktivitas-penambangan-emas-di-gunung.html
Ambon - Berita Maluku. Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (Bapedalda) Maluku menyebutkan penggunaan bahan berbahaya merkuri pada aktivitas penambangan emas rakyat di kawasan Gunung Botak, Kabupaten Buru telah mencapai tingkat mengkhawatirkan.
"Penggunaan merkuri dalam aktivitas penambangan emas ilegal di kawasan Gunung Botak sudah mencapai ambang batas mengkhawatirkan," kata Kepala Bapedalda Maluku Vera Tomasoa, di Ambon, Kamis.
Penggunaan merkuri oleh para penambang untuk mengurai material emas, berdasarkan hasil penelitian Bapedalda Maluku, berdampak timbulnya pencemaran lingkungan sekitar, bahkan melewati ambang batas toleransi.
"Kami telah melakukan penelitian dan pengkajian di mana ditemukan tingkat pencemaran mercuri sudah sangat tinggi, bahkan telah melewati ambang batas," ujarnya.
Bahkan, kata Vera, tingkat pencemaran merkuri terhadap lingkungan sekitar telah mendekati sedimen air tanah, dan jika hal itu terjadi maka akan berdampak besar terhadap kesehatan masyarakat.
"Jika merkuri terserap atau bercampur dengan air tanah, akan akan menimbulkan ancaman global baik terhadap masyarakat maupun lingkungan serta Pulau Buru secara umum," ujarnya.
Vera menjelaskan, pencemaran limbah merkuri logam raksa dapat menyebabkan warga menderita berbagai penyakit dengan ciri-ciri sulit tidur, kaki dan tangan merasa dingin, gangguan penciuman, kerusakan pada otak, gagap bicara, hilangnya kesadaran, bayi yang lahir cacat hingga menyebabkan kematian.
"Penyakit aneh ini lebih dikenal dengan 'Minamata'. Jika tidak segera ditangani maka kasus penyakit Minamata yang menyerang penduduk di kawasan Teluk Minamata Jepang tahun 1950-an bakal terjadi di Maluku," tandasnya.
Masalah ini tandas Vera telah disampaikan kepada tim Komisi VII DPR-RI dipimpin Setya W. Yudha saat berkunjung ke Ambon, pekan lalu, dan meminta perhatian serta campur tangan pemerintah Pusat untuk segera menanggulanginya.
"Jika aktivitas pendambangan emas ilegal di kawasan Gunung Botak tidak segera dihentikan. Bila perlu ditutup. Kalau tidak maka dikhawatirkan pencemaran lingkungannya akan membahayakan kesehatan masyarakat sekitar," katanya.
Pencemaran akibat limbah merkuri pernah terjadi di kawasan Teluk Minamata Jepang tahun 1950 an lalu. Sekitar 3 ribu warga menjadi korban dan mengalami berbagai penyakit aneh yang kemudian disebut sebagai penyakit Minamata.
Minamata adalah sebuah teluk dengan kota kecil di Jepang. Kota Nelayan menghadap ke laut Siranul, Jepang ini, menjadi terkenal ke seluruh dunia, karena lebih dari 3 ribu warganya pernah menderita penyakit yang diakibatkan pencemaran logam raksa atau merkuri.
Penyakit aneh ini kemudian dikenal dunia dengan nama Penyakit Minamata. Penyakit Minamata tidak hanya menyerang manusia. Tetapi juga binatang yang mengkonsumsi bahan makanan yang tercemar merkuri atau menghirup udara yang mengandung merkuri.
Parahnya, penyakit Minamata tidak ada obatnya. Tahun 1956 kecurigaan mulai muncul setelah Direktur Rumah Sakit Ciso melaporkan ke Pusat Kesehatan Masyarakat Minamata. Atas masuknya gelombang pasien dengan gejala sama, kerusakan sistem syaraf.
Namun penyakit Minamata ini, amat lambat penanganannya oleh Pemerintah Jepang. Baru 12 tahun, yakni pada tahun 1968, pemerintah Jepang mengakui, penyakit aneh ini bersumber dari limbah Ciso yang dibuang ke Perairan Minamata. (ant/bm 10)
"Penggunaan merkuri dalam aktivitas penambangan emas ilegal di kawasan Gunung Botak sudah mencapai ambang batas mengkhawatirkan," kata Kepala Bapedalda Maluku Vera Tomasoa, di Ambon, Kamis.
Penggunaan merkuri oleh para penambang untuk mengurai material emas, berdasarkan hasil penelitian Bapedalda Maluku, berdampak timbulnya pencemaran lingkungan sekitar, bahkan melewati ambang batas toleransi.
"Kami telah melakukan penelitian dan pengkajian di mana ditemukan tingkat pencemaran mercuri sudah sangat tinggi, bahkan telah melewati ambang batas," ujarnya.
Bahkan, kata Vera, tingkat pencemaran merkuri terhadap lingkungan sekitar telah mendekati sedimen air tanah, dan jika hal itu terjadi maka akan berdampak besar terhadap kesehatan masyarakat.
"Jika merkuri terserap atau bercampur dengan air tanah, akan akan menimbulkan ancaman global baik terhadap masyarakat maupun lingkungan serta Pulau Buru secara umum," ujarnya.
Vera menjelaskan, pencemaran limbah merkuri logam raksa dapat menyebabkan warga menderita berbagai penyakit dengan ciri-ciri sulit tidur, kaki dan tangan merasa dingin, gangguan penciuman, kerusakan pada otak, gagap bicara, hilangnya kesadaran, bayi yang lahir cacat hingga menyebabkan kematian.
"Penyakit aneh ini lebih dikenal dengan 'Minamata'. Jika tidak segera ditangani maka kasus penyakit Minamata yang menyerang penduduk di kawasan Teluk Minamata Jepang tahun 1950-an bakal terjadi di Maluku," tandasnya.
Masalah ini tandas Vera telah disampaikan kepada tim Komisi VII DPR-RI dipimpin Setya W. Yudha saat berkunjung ke Ambon, pekan lalu, dan meminta perhatian serta campur tangan pemerintah Pusat untuk segera menanggulanginya.
"Jika aktivitas pendambangan emas ilegal di kawasan Gunung Botak tidak segera dihentikan. Bila perlu ditutup. Kalau tidak maka dikhawatirkan pencemaran lingkungannya akan membahayakan kesehatan masyarakat sekitar," katanya.
Pencemaran akibat limbah merkuri pernah terjadi di kawasan Teluk Minamata Jepang tahun 1950 an lalu. Sekitar 3 ribu warga menjadi korban dan mengalami berbagai penyakit aneh yang kemudian disebut sebagai penyakit Minamata.
Minamata adalah sebuah teluk dengan kota kecil di Jepang. Kota Nelayan menghadap ke laut Siranul, Jepang ini, menjadi terkenal ke seluruh dunia, karena lebih dari 3 ribu warganya pernah menderita penyakit yang diakibatkan pencemaran logam raksa atau merkuri.
Penyakit aneh ini kemudian dikenal dunia dengan nama Penyakit Minamata. Penyakit Minamata tidak hanya menyerang manusia. Tetapi juga binatang yang mengkonsumsi bahan makanan yang tercemar merkuri atau menghirup udara yang mengandung merkuri.
Parahnya, penyakit Minamata tidak ada obatnya. Tahun 1956 kecurigaan mulai muncul setelah Direktur Rumah Sakit Ciso melaporkan ke Pusat Kesehatan Masyarakat Minamata. Atas masuknya gelombang pasien dengan gejala sama, kerusakan sistem syaraf.
Namun penyakit Minamata ini, amat lambat penanganannya oleh Pemerintah Jepang. Baru 12 tahun, yakni pada tahun 1968, pemerintah Jepang mengakui, penyakit aneh ini bersumber dari limbah Ciso yang dibuang ke Perairan Minamata. (ant/bm 10)