Pedagang CB di Ambon Tolak Kebijakan Menteri
http://www.beritamalukuonline.com/2015/02/pedagang-cb-di-ambon-tolak-kebijakan.html
![]() |
Ilustrasi |
Alasan yang ditempuh pemerintah itu, karena diduga pakaian bekas impor mengandung bakteri/Penyakit.
"Terus terang kami keberatan dan menolak kebijakan pemerintah melarang pedagang menjual pakaian bekas asal impor kepada masyarakat di daerah ini. Kalau ini dilarang maka ada ratusan pedagang akan kehilangan sumber penghasilan," ungkap salah satu pedagang bekas Wa Ode (45).
Wa ode mengatakan, jika Menteri perdagangan RI maupun pemerintah kota Ambon tetap melarang pedagang menjual pakaian bekas impor, maka para pedagang akan menggelar demo di kantor wali kota. Sebab, dengan dilaranganya pedagang menjual pakaian bekas asal impor yang dikenal di kota "Ambon" akan menghilangkan sumber pendapatan pedagang.
Solusi yang ditawarkan pemerintah kepada pedagang tidak ada, hanya pemerintah melarang pedagang menjual pakaian bekas impor tersebut.
"Jadi, kebijakan Menteri Perdagangan ini sama dengan mematikan usaha kami. Semestinya kalau kita dilarang menjual pakaian bekas asal impor harus ada sulusi yang baik, sehingga rakyat tidak kehilang sumber nafkah keluarganya," sebutnya.
Hal senada diungkapkan Rohana (53), pedagang lainnya. Ia mengatakan, sepanjang belum ada kejelasan dari larangan pemerintah menjual pakaian bekas asal impor pihaknya tetap menjual.
Sebab, modal mereka untuk membeli pakaian tersebut cukup besar mencapai puluhan juta rupiah dan tiba-tiba pemerintah melarang menjualnya, dengan sendirinya pedagang akan mengalami kerugian besar.
"Kecuali ada solusi dari pemerintah Kota Ambon bahwa pakaian bekas milik pedagang yang dilarang dijual itu diberikan uang ganti rugi, sehingga modal yang dikeluarkan pedagang bisa kembali," kata Rohana.
Sampai saat ini, para pedagang bekas di gedung putih pasar Mardika tetap masih berjualan seperti biasa meski telah ada larangan dari pemerintah untuk menjual pakaian tersebut karena mengandung bakteri.
Arlan mengaku sejak ada larang dari pemerintah masyarakat membeli pakaian bekas asal impor menyebabkan omset pedagang turun hingga 50 persen dari biasaya.
Jika selama ini mereka dalam satu hari bisa menghasilkan Rp2 juta, sekarang hanya Rp750.000 hingga Rp 1 juta saja.
Bahkan pada hari biasa, omset pedagang paling tinggi Rp300.000 saja, karena pembeli sepi, padahal selama ini kalau hari biasa paling sedikit laku Rp1 juta. Namun, sejak ada pelarangan membeli pakaian bekas dari pemerintah, omset pedagang anjlok.
"Terus terang kalau larang pemerintah membeli pakaian bekas asal impor gencar, maka usaha penjualan pakaian bekas impor dari Bengkulu akan gulung tikar karena tidak ada pembeli," kata Arlan. (ev/mg-bm015)