Warga Resah, Harga Mitan di Namrole Kembali Meroket
http://www.beritamalukuonline.com/2014/02/warga-resah-harga-mitan-di-namrole.html
Ambon - Berita Maluku. Untuk kesekian kalinya harga bahan bakar minyak (BBM) jenis Minyak Tanah (Mitan) di Kota Namrole Kabupaten Buru Selatan meroket.
Betapa tidak BBM yang menjadi kebutuhan utama masyarakat itu, naik dari harga biasanya yang hanya Rp 7000/liter menjadi Rp 9000/liter sehingga membuat masyarakat di kabupaten dengan julukan Lolik Lalen Fedak Fena itu resah. Pasalnya, kondisi ini bukan hanya baru terjadi tetapi sudah berulang kali. Bahkan sudah menjadi kebiasan, sehingga sulit dibendung.
Susi salah satu ibu rumah tangga di Kota Namrole mengaku, naiknya harga Mitan membuat masyarakat terutama ibu-ibu rumah tangga harus mengeluarkan biaya ekstra untuk keperluan mereka sehari.
“Kenaikan harga mitan ini sangat menyengsarakan kita selaku masyarakat kecil,” keluhnya ketika menghubungi media ini, Senin (17/2/2014).
Mestinya kata dia, pemerintah harus turun tangan untuk melihat persoalan ini. Karena kenaiakan harga mitan, bukan baru pertama kali terjadi, tetapi sudah sering terjadi.
"Saya kira Pemerintah Kabupaten Bursel, terutama Dinas Perundistrian dan Perdagangan (Disperindag) harus turun tangan untuk melihat persoalan yang ada. Jangan diam hanya, karena masyarakat yang merasakannya,” katanya.
Untuk menetralisir harga Mitan sebut dia, Pemkab Bursel harus bekerjasam dengan instansi teknsi terkait. Bila perlu dilakukan operasi pasar sehingga bisa diketahui apa yang menyebabkan harga Mitan di Namrole terus meroket. Operasi pasar harus di lakukan, untuk menekan harga yang mencekik masyarakat,” tegasnya.
Kalaupaun dalam operasi pasar yang dilakukan, sebut dia, ditemukan ada pengusana atau pedagang dan pengecer yang menimbun BBM terutama Mitan maka, mereka harus diberi sangsi yang tegas. Bila perlu izin usahnya di cabut, serta diproses hukum.
“Harus ada efek jera yang dibuat sehingga kondisi ini tidak terulan kemabli,” tegasnya.
Terkadang kata dia, para pengusaha, pengecer, dan pedangan memanfaatkan kondisis yang ada untuk menaikan harga Mitan seenaknya. “Mereka itu (pengusaha, pengecer) terkadang memanfaatkan kondisi yang ada untuk meraup keuntungan yang sebesar-besarnya,” kesal Susi. (bm 09)
Betapa tidak BBM yang menjadi kebutuhan utama masyarakat itu, naik dari harga biasanya yang hanya Rp 7000/liter menjadi Rp 9000/liter sehingga membuat masyarakat di kabupaten dengan julukan Lolik Lalen Fedak Fena itu resah. Pasalnya, kondisi ini bukan hanya baru terjadi tetapi sudah berulang kali. Bahkan sudah menjadi kebiasan, sehingga sulit dibendung.
Susi salah satu ibu rumah tangga di Kota Namrole mengaku, naiknya harga Mitan membuat masyarakat terutama ibu-ibu rumah tangga harus mengeluarkan biaya ekstra untuk keperluan mereka sehari.
“Kenaikan harga mitan ini sangat menyengsarakan kita selaku masyarakat kecil,” keluhnya ketika menghubungi media ini, Senin (17/2/2014).
Mestinya kata dia, pemerintah harus turun tangan untuk melihat persoalan ini. Karena kenaiakan harga mitan, bukan baru pertama kali terjadi, tetapi sudah sering terjadi.
"Saya kira Pemerintah Kabupaten Bursel, terutama Dinas Perundistrian dan Perdagangan (Disperindag) harus turun tangan untuk melihat persoalan yang ada. Jangan diam hanya, karena masyarakat yang merasakannya,” katanya.
Untuk menetralisir harga Mitan sebut dia, Pemkab Bursel harus bekerjasam dengan instansi teknsi terkait. Bila perlu dilakukan operasi pasar sehingga bisa diketahui apa yang menyebabkan harga Mitan di Namrole terus meroket. Operasi pasar harus di lakukan, untuk menekan harga yang mencekik masyarakat,” tegasnya.
Kalaupaun dalam operasi pasar yang dilakukan, sebut dia, ditemukan ada pengusana atau pedagang dan pengecer yang menimbun BBM terutama Mitan maka, mereka harus diberi sangsi yang tegas. Bila perlu izin usahnya di cabut, serta diproses hukum.
“Harus ada efek jera yang dibuat sehingga kondisi ini tidak terulan kemabli,” tegasnya.
Terkadang kata dia, para pengusaha, pengecer, dan pedangan memanfaatkan kondisis yang ada untuk menaikan harga Mitan seenaknya. “Mereka itu (pengusaha, pengecer) terkadang memanfaatkan kondisi yang ada untuk meraup keuntungan yang sebesar-besarnya,” kesal Susi. (bm 09)